Senin, 28 Oktober 2013

Sejarah Pertumbuhan Ilmu Tafsir

Pendahuluan

Ia memberi judul buku ini Ushûlu-Tafsîr (harfiah: Asas-asas Ilmu Tafsîr), yang pada hakikatnya mengacu pada cabang-cabang ilmu yang dibutuhkan agar dapat menafsirkan Al-Qurãn secara cermat. Di dalamnya tercakup ilmu sharaf dan nahwu, pustaka (literatur) berbahasa Arab dan ilmu-ilmu Al-Qurãn (‘ulumul-Qurãn).
Keakraban dengan bidang-bidang kajian modern, seperti ilmu-ilmu murni dan ilmu-ilmu sosial, juga dibutuhkan penafsir zaman sekarang untuk menghasilkan penjelasan-penjelasan tentang Al-Qurãn yang sejalan dengan masyarakat modern.


Buku Ushûlu-Tafsîr menerapkan medote tafsir yang benar-benar membimbing secara langkah demi langkah dalam menafsirkan Al-Qurãn, sehingga menjamin agar hasilnya bukan semata-mata merupakan angan-angan dan khayalan manusia. Pelajaran-pelajaran tersebut di atas biasanya disebut dalam buku-buku ushûlul-fiqh (asas-asas hukum Islam) dan pendahuluan-pendahuluan dalam buku-buku tafsir klasik.

Di antara karya-karya awal dalam bidang asas-asas ilmu tafsir adalah Muqaddimah fi Ushûli-Tafsîr(i) karya ilmuwan terkenal abad 13 M, Ibnu Taimiyah. Lebih belakangan, bisa dicatat nama mufassir India, ‘Abdul-Hamîd al-Farãhî, yang menulis karya berjudul A-Takmîl fi Ushûli-Ta’wîl.

Istilah yang paling biasa digunakan untuk menyebut perangkat ilmu tafsir adalah ‘ulûmul-Qurãn, istilah yang mengacu pada semua bidang pengetahuan yang disediakan untuk menerangkan Al-Qurãn atau ilmu-ilmu yang diambil darinya. Di dalamnya antara lain adalah ilmu tafsir, qira’ah (pembacaan), ar-rasmul-utsmani (naskah Utsmani), i’jãzul-qurãn (mu’jizat Al-Qurãn), asbãbu-nuzûl (sebab-sebab turunnya suatu ayat), an-nãsikh wal-mansûkh (ayat yang membatalkan dan dibatalkan), i’rãbul-Qurãn (uraian tata bahwa Al-Qurãn), gharîbul-Qurãn, dan bahasa Arab literatur bahasa Arab.

Di masa pembukuan Al-Qurãn, banyak buku ditulis mengenai berbagai bidang ulûmul-Qurãn. Agaknya perhatian mereka terpusat ke situ karena banyak bidang ilmu yang dibutuhkan untuk memahami Al-Qurãn. Di antara para penulis tafsir abad ke-8 tercatatlah nama-nama Syu’bah ibnul-Hajjãj, Sufyãn ibnu ‘Uyaynah dan Wai ibnul-Jarrãh. Buku-buku tafsir mereka hakikatnya adalah kumpulan pendapat para sahabat Rasulullah dan murid-murid mereka (¬at-tãbi’ûn).

Nama-nama tersebut kemudian disusul oleh Ibnu Jarir at-Thabari (310 H), yang tafsirnya dianggap terbesar, karena ia merupakan orang pertama yang menganailis pendapat-pendapat dan memilih yang terkuat; dan ia pun mengurai susunan tata bahasa dan menambil peraturan-peraturan dari ayat.

Perhatian terhadap ilmu tafsir berlanjut hingga sekarang, yang menghasilkan banyak variasi metode penjelasan Al-Qurãn.

Dalam bidang ilmu-ilmu Al-Qurãn, di tengah para penulis top abad 9 M, tersebutlah nama ‘Ali ibnul-Madini (guru Imam Bukhari), yang menulis tentang asbãbu-nuzûl, dan Abu ‘Ubaydil-Qãsim, yang menulis tentang pembatalan (nãsikh). Sedangkan sarjana abad 10 yang menulis susunan-susunan yang tak biasa dari Al-Qurãn adalah Abu Bakr as-Sijistãni, dan sarjana abad 11, ‘Ali ibnu-Sa’îdil-Hufi, menulis tentang tata bahasa secara umum. Kemudian, abad 12, sarjana top yang menulis tentang Mubhamãtul-Qurãn (kesamaran Al-Qurãn) adalah Abul-Qãsim ‘Abdur-Rahmãn as-Sabili. Dia disusul oleh Ibnu ‘Abdis-Salãm, yang menulis tentang perumpamaan Al-Qurãn (majãzul-Qurãn), dan ‘Alamud-Dîn as-Sakãwi, yang menulis tentang pembacaan Al-Qurãn di abad 13.

Para sarjana yang menulis pada masa tersebut berusaha membahas bahan yang mereka minati secara lengkap. Al-hasil, mereka yang menulis hal-hal ‘aneh’ (gharîb) dalam Al-Qurãn, misalnya, membahas setiap kata ‘aneh’ atau bermakna samar; dan mereka yang fokus membahas perumpamaan, berusaha meneliti setiap bentuk kata atau frasa dalam Al-Qurãn yang mengandung perumpamaan, dan begitu seterusnya yang membahas berbagai bidang kajian Al-Qurãn. Keluasan karya-karya itu menyebabkan mustahilnya seseorang untuk menguasai bidang-bidang tersebut, meski ia menghabiskan seluruh umurnya dan mengerahkan seluruh kemampuannya. Al-hasil, para sarjana belakangan merindukan adanya evolusi sebuah ilmu baru, yang berperan sebagai indeks atau direktori untuk semua bidang ilmu tersebut. Inilah yang menjadi cabang ilmu yang kemudian dikenal sebagai ‘ulumul-Qurãn. Meskipun tidak ada catatan tentang para sarjana yang menulis atau berusaha men ghimpun jenis ilmu semacam ‘ulumul-Qurãn pada abad 10, namun ilmu ini telah terkumpul dalam pemikiran para sarjana awal.

(BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar: