Sabtu, 26 Oktober 2013

Ibuku Mengilhamiku Untuk Mendalami Al-Qurãn

Ini adalah pengakuan pria bernama Khurram Murad.

"Saya belajar Al-Qurãn di ujung lutut ibu.  Berdasar arahannya, saya belajar bahasa Arab.
Saya dikirim ke sekolah Maulawi Saheb yang memberi saya pelajaran dasar
yang masih kasar, yang baru belakangan bisa saya tata sendiri. Menyaksikan Ibu
bertekun mempelajari Al-Qurãn, 
membacanya dan berusaha memahaminya, berjam-jam, menyebabkan hati saya
seperti diterangi sepercik cahaya, yang terus menyala sepanjang hidup saya, dan
akhirnya, melalui contoh dan dukungan diam-diam namun kuat yang diberikannya,
saya pun menemukan jalan untuk berjuang di jalan Allah."
Kemudian, melalui sebuah tulisan yang cukup panjang, Khuram
Murad memaparkan kiat untuk mengakrabi Al-Qurãn, yang intinya adalah sebagai
berikut.


Pertama,hidup kita akan tinggal tak
bermakna dan rusak, kecuali bila dibimbing oleh Al-Qurãn, firman Allah.
Kedua, Al-Qurãn – sebagai bimbingan
abadi yang diberikan Tuhan yang abadi, adalah pedoman yang relevan bagi kita
sekarang, sebagaimana ia telah relevan sebagai pedoman hidup empat belas abad
lalu, dan akan tetap relevan selamanya.

Ketiga, kita selalu punya hak, pada
batas-batas tertentu, untuk menerima berkah-berkah Al-Qurãn sebagaimana
orang-orang terdahulu telah menerimanya; tentu bila kita mau menghampirinya,
bergerak seirama dengannya, yang memungkinkan kita untuk menikmati kekayaan
berkahnya.

Keempat, setiap Muslim mempunyai
kewajiban untuk bertekun membacanya, memahaminya, dan menghafalnya.
Kelima, kita harus menyingkirkan
keakuan secara total, dalam berpikir dan bertindak, untuk menyesuaikan diri
dengan Al-Qurãn. Segala bentuk kebanggaan, kesombongan, perasaan bahwa diri
sudah siap sepenuhnya, keraguan, ketidak-tulusan, yang bisa jadi terikutkan
ketika membacanya, adalah hal-hal yang berbahaya, yang akan menutup pintu
berkahnya.

Keenam,  jalan Al-Qurãn adalah jalan penyerahan diri,
jalan pelaksanaan dari konsep yang diajarkan, walau yang kita pahami baru satu
ayat. Satu ayat dipahami dan kemudian dilaksanakan adalah lebih baik, daripada
seribu ayat yang dipaparkan seindah-indahnya namun tidak sedikit pun menularkan
keindahan terhadap pembacanya. Kepatuhan, pada hakikatnya, adalah kunci
kepahaman.

Dengan kata lain, ketika berhadapan dengan Al-Qurãn, ada tujuh
hal yang masing-masing mewakili tujuh aspek yang berbeda.

1. 
Merenungkan
makna perjalanan hidup;
2. 
Persiapan
apa yang harus ditetapkan dalam hati dan pikiran sebelum berangkat;
3. 
Keadaan
dan perlilaku hati, pikiran, dan badan yang bagaimana yang dibutuhkan untuk
membuat diri mampu terlibat secara utuh;
4. 
Langkah-langkah
apa yang harus dilakukan dalam membaca;
5. 
Mengapa
dan bagaimana cara untuk memahami;
6. 
Bagaimana
cara belajar Al-Qurãn secara bersama-sama (berkleompok);
7. 
Bagaimana
menyiapkan diri untuk memenuhi misi Al-Qurãn.

*Khurram Murad, Way To Quran

Tidak ada komentar: