Selasa, 25 November 2014

Ada Yang Salah Paham!

  • Ya ada yang salah paham, mengira bahwa KPA adalah semacam kelompok atau organisasi yang para anggotanya harus bertemu secara langsung di dunia nyata.
  • Anggapan itu hanya separuh benar.
  • Para nggota KPA bisa ngumpul secara langsung, dan tidak langsung (melalui internet). 
  • Jadi bagi anda yang tidak bisa 'kopi darat', silakan segera mendaftar sebagai anggota, melalui internet.
  • Dengan menjadi anggota, anda bisa menerima tulisan-tulisan baru melalui alamat email anda.
  • Silakan mendaftar!

Catatan Ringkas Tentang Surat Al-Baqarah




Urutan
Meskipun ini merupakan surat Madani, urutannya diletakkan persis setelah Sūrah Al-Fātihah, yang berakhir dengan doa: “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”  Surat ini dimulai dengan jawaban atas doa tersebut, “Itulah Kitab... yang merupakan petunjuk...”
Sebagian bersat surat ini diwahyukan dalam dua tahun pertama kehidupan Rasulullah di Madinah. Sebagian kecilnya diwahyukan belakangan...

Latar belakang sejarah
Untuk memahami surat ini, kita harus mengetahui latar belakang sejarahnya:

1.      Di Makkah, Al-Qurãn umumnya ditujukan kepada kaum musyrik yang tidak mengenal Islam, tapi di Madinah Al-Qurãn juga ditujukan kepada kaum Yahudi yang telah mengetahui tentang Allah, kerasulan, wahyu, akhirat dan malaikat. Mereka juga mengakui bahwa mereka mempercayai hukum yang diwahyukan Allah kepada rasul mereka, Musa, dan secara prinsip, agama mereka sama dengan agama yang diajarkan kepada Nabi Muhammad. Tapi mereka telah menyimpang jauh selama berabad-abad kemerosotan dan telah mengadopsi kepercayaan-kepercayaan, ritus-ritus dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak dijarkan di dalam Taurat. Tidak hanya itu. Mereka juga telah mengubah Taurat dengan menyusupkan peerkataan dan tafsir-tafsir mereka sendiri ke dalam naskahnya. Mereka bahkan telah mengubah ayat-ayat Allah yang masih mereka pertahankan, dengan menghilangkan ‘ruh’ yang sebenarnya dari ajaran Allah dan memasukkannya ke dalam ritus-ritus hampa makna. Alhasil, kepercayaan-kepercayaan mereka, moral-moral dan perilaku mereka telah jatuh terpuruk sedemikian rupa. Malangnya, mereka bukan hanya puas dengan keadaan mereka tapi juga mereka terikat keadaan itu. Selain itu, mereka tidak lagi memiliki niat atau kecenderungan untuk menerima perbaikan. Dengan demikian, mereka merupakan musuh paling sengit terhadap siapa pun yang datang untuk mengajarkan kebenaran, dan mereka melakukan berbagai cara paling keji untuk menggagalkan usaha seperti itu. Meski semula mereka Muslim, mereka telah membelok dengan tiba-tiba dari Islam yang sebenarnya. Mereka membuat pembaruan-pembaruan (bid’ah) dan perubahan-perubahan, serta menjadi korban perpecahan dan pengelompokan. Mereka telah melupakan dan mengabaikan Tuhan, dan mulai memuja kekayaan bendawi. Sebegitu jauhnya mereka melangkah, sehingga mereka tidak mau lagi menggunakan sebutan Muslim, lalu menggunakan nama Yahudi, dan menjadikan agama Allah (yang sudah mereka aduk-aduk) sebagai monopoli bangsa Israel. Begitulah keadaan mereka ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan mengajak Yahudi untuk kembali kepada Islam. Itulah sebabnya lebih dari sepertiga dari surat Al-Baqarah berisi seruan terhadap bangsa Isarael (Bani Isra’il). Tinjauan kritis sejarah mereka, kemerosotan moral mereka, dan penyimpangan agama mereka dinyatakan. Seiring dengan itu, ketinggian nilai moral dan asas-asas pendirian dari agama murni telah diajukan kepada mereka, untuk menjelaskan secara gamblang kemerosotan yang timbul bisa suatu kaum menyimpang dari ajaran yang benar, dan untuk membuat garis pemisah antara kepatuhan yang nyata dengan kebohongan.
2.      Di Makkah, da’wah Islam dipusatkan terutama pada asas-asas utama dan pemantapan moral para Muslim. Tapi setelah Rasulullah hijrah, dan para Muslim dari seluruh kawasan Arabia berdatangan ke Yasrib, yang kemudian menjadi negara kecil Madinah, pengajaran Al-Qurãn mulai fokus pada masalah-masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hukum. Hal inilah yang membedakan wahyu yang turun di Makkah dengan yang turun di Madinah. Karena itu sekitar separuh surat ini mengacu pada masalah-masalah kekompakan dan persaudaraan umat, dan pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya.


Setelah hijrah, perselisihan antara Muslim dan Kafir juga memasuki tahapan baru. Sebelum hijrah, para Muslim, yang hanya berda’wah di tengan suku-suku dan kabilah-kabilah mereka, harus menghadapi segala masalah secara sendiri-sendiri. Tapi setelah hijrah, setelah umat Islam terbentuk dari berbagai unsur bangsa Arab, keadan pun berubah. Mereka telah memiliki negara kota sendiri yang merdeka. Masalah yang timbul kemudian adalah bagaimana mempertahankan kelangsungan hidup umat yang baru itu, karena seluruh non-Muslim di Arabia telah dikerahkan untuk menghancurkan mereka. Karena itu, instruksi-instruksi demi keberhasilan dan ketahanan pun diajarkan dalam surat ini:
a.      Umat diharapkan untuk bekerja dengan semangat tinggi untuk menda’wahkan ideologinya, yang dengan itu otomatis akan memperbesar jumlah mereka.
b.      Dengan demikian, akan tampak di mata musuh bahwa mereka tidak bisa lagi meragukan posisi mereka yang salah.
c.       Hal itu juga akan menyemangati umat (yang kebanyakan tak punya tempat tinggal, miskin, dan dikelilingi musuh), untuk berjuang lebih keras dan berani.
d.      Mereka juga akan selalu siap untuk menghadapi ancaman militer, yang bisa datang dari setipa penjuru untuk menekan dan menghancurkan ideologi mereka. Mereka akan siap untuk berjuang mati-matian tanpa peduli seberapa besar kekuatan musuh.
e.      Mereka juga harus membangun keberanian untuk melenyapkan sifat dan cara buruk, demi tegaknya cara hidup Islami.

Pada masa pewahyuan surat Al-Baqarah, berbagai bentuk kemunafikan mulai muncul. Karena itulah, Allah memberitahukan ciri-ciri kemunafikan tersebut. Dan ketika sifat-sifat buruk mulai muncul Allah pun mengajarkan bagaimana cara menghadapinya.

Tema: Bimbingan
Sursat ini berisi ajakan untuk mengikuti bimbingan Allah. Semua kisah, peeristiwa, dan lain-lain, berputar di sekitar tema inti ini. Karena surat ini juga dialamatkan kepada Yahudi, maka banyak peristiwa sejarah dikutip dari sepak-terjang mereka, untuk memperingatkan dan menasihati mereka bahwa kebaikan mereka terletak pada penerimaan mereka terhadap bimbingan yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. Mereka dianjurkan untuk menjadi bangsa pertama yang menerima Al-Qurãn karena pada hakikatnya isinya sama dengan yang dulu diajarkan kepada Nabi Musa. ***

*Shaheeh International Translation.

Sabtu, 22 November 2014

Catatan Ringkas Surat Al-Fātihah


Masa pewahyuan
Surat ini merupakan salah satu surat yang turun pada giliran paling awal dalam proses penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad. Kita mendapat informasi dari hadis shahih bahwa Al-Fātihah adalah surat pertama yang diturunkan secara utuh sekaligus. Sebelumnya, yang diturunkan hanyalah sebagian dari surat Al-‘Alaq, Al-Qalam, Al-Muzzammil, dan Al-Muddatstsir.

Pokok bahasan
Surat ini kenyataannya adalah doa yang diajarkan Allah kepada semua orang yang ingin mengkaji KitabNya. Surat ini diletakkan pada bagian permulaan Kitabullah untuk mengajarkan bahwa: jika anda dengan tulus ingin mengambil manfaat dari Al-Qurãn, maka anda harus mempersembahkan doa ini (Al-Fātihah) kepada Tuhan Semesta Alam.
Tindakan pendahuluan tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan keinginan yang kuat dalam hati pembaca untuk mencari bimbingan dari Tuhan Semesta Alam, yang merupakan satu-satunya dzãt yang mampu memberikan bimbingan yang dibutuhkan. Dengan demikian, Al-Fātihah secara tidak langsung mengajar bahwa hal terbaik bagi seorang manusia untuk meminta bimbingan ke jalan yang lurus, adalah mengkaji Al-Qurãn dengan sikap mental pencari kebenaran, dan dengan menyadari kenyataan bahwa Tuhan Semesta Alam adalah sumber segala pengetahuan.
Dari pokok bahasan demikian itu, jelaslah bahwa hubungan antara Al-Fātihah dengan Al-Qurãn bukanlah seperti hubungan antara pendahuluan sebuah buku dengan bukunya secara keseluruhan, tapi hubungan antara sebuah doa dengan jawabannya. Al-Fātihah adalah doa hamba, dan Al-Qurãn secara keseluruhan (surat-surat setelah Al-Fãtihah) adalah jawaban dari Tuhannya. Sang hamba berdoa meminta bimbingan, dan Tuhan menghidangkan Al-Qurãn secara keseluruhan di hadapannya sebagai jawaban, seolah-olah Ia berkata, “Inilah bimgingan yang kamu minta kepadaKu.”***



Terjemahan dari tulisan dalam Saheeh International Translation, www.quranproject.org