Menyebut kata “alat”, otak saya langsung riuh, gemuruh, padat dengan
banyak gagasan tentang “alat”, sehingga saya nyaris tersesat, hampir
linglung karena bingung.
Untung saya sudah terlatih berpikir
runut, sehingga kata “alat” yang mendadak tampil genit dan liar bagai
serombongan ular kepanasan itu segera dapat saya sambar kepalanya!
Tool maker
Manusia adalah tool maker (pembuat alat), walau Allah sudah
membekalinya dengan banyak alat. Bahkan dengan bekal otak yang paling
besar, yang otomatis membuatnya paling cerdas, manusia kok tak kunjung
berhenti membuat alat.
Banyaknya jumlah alat yang dibuat, agaknya,
menandai ‘kebutuhan’ manusia yang tak ada habisnya. Dan ini, dalam
permenungan saya di tengah riuhnya sebuah mall, akan menyebabkan manusia
jatuh menjadi makhluk yang paling ironis. Menjadi makhluk paling pintar
sekaligus paling bodoh, dan celaka pula!
Lho, kok bisa?
Terjebak
di sebuah outlet hp yang menawarkan ribuan hp dengan ratusan merek,
saya membaca iklan sebuah merek hp, yang menawarkan salah satu fiturnya:
pemasangan foto pemilik, alamat email, nomor pin, dan kotak yang bisa
diisi komentar. Yang menarik, contoh komentar yang diberikan adalah
kalimat bahasa Inggris berbunyi: Loving the party! (Suka dengan
pestanya!).
Saya terbengong.
Jadi, segala merek hp yang
semakin lama semakin sarat dengan berbagai fitur yang cangih-canggih
itu, ujung-ujungnya hanya melayani ‘kebutuhan’ manusia untuk ‘berpesta’?
Anda tentu boleh membantah.
Tapi
Al-Qurãn sudah memperingatkan bahwa kebanyakan orang bakal terjebak
dalam bentuk kehidupan yang nilainya hanya ‘senda gurau dan
bermain-main’!
Hp android
Saya pulang dengan membawa hp android yang dibelikan teman, yang
dengan jenakanya mengatakan bahwa hp tersebut adalah buatan Cinta tapi
”Ngga Cina-Cina banget”! Entah apa maksudnya.
Yang jelas, saya
mendapatkan alat baru yang membuat saya punya pekerjaan baru:
mempelajari fitur-fitur dalam hp tersebut. Dan, lagi-lagi saya terhenyak
ketika menghadapi hidangan puluhan gadget (harfiah: alat kecil), yang
intinya menawarkan berbagai macam kesenangan, yang segera mengingatkan
saya kembali pada kalimat Inggris di atas: Loving the party.
Ya,
gadget-gadget itu, pada dasarnya hanya mengajak saya untuk menyikapi
hidup sebagai mata rantai party (pesta). Bersenang-senang. Dan karena
bersenang-senangnya dengan menggunakan hp, yang hanya digunakan oleh
saya sendiri, saya pun teringat kata-kata seorang teman, yang menyebut
bahwa kebanyakan manusia sekarang adalah penderita autis. Asyik dengan
dunia sendiri.
Saya teringat pula kata-kata istri, yang mengutip
ucapan temannya, bahwa sekarang hubungan manusia dengan hp adalah ibarat
anjing dengan tulang.
Sedentary life
Konon, dengan segala alat yang dibuatnya, manusia ingin hidupnya
semakin mudah, semakin menyenangkan, dan semakin mampu untuk menikmati
segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Namun, benarkah demikian?
Tidakkah dengan semakin banyaknya alat, manusia malah jadi semakin
manja, malas bergerak, dan bahkan kemudian mengembangkan gaya sedentary
life yang mengundang banyak penyakit?
Tapi, lucunya, bagi orang Indonesia, sedentary life (kebanyakan
‘beraktifitas’ di tempat duduk) itu kok malah jadi cocok dengan
“kedudukan” manusia, yang memang merupakan “penduduk” bumi!
Dan,
tahukah anda bahwa manusia yang paling banyak duduk adalah manusia yang
paling pintar dan berkuasa di dunia? Mereka adalah manusia yang paling
banyak bekerja dengan otak, walau tidak mesti menghasilkan pemikiran
yang mulia. Mereka bisa berupa raja, presiden, ulama, pendeta, jenderal,
guru, ilmuwan, penulis, dan lain-lain, yang menjadikan manusia-manusia
lain sebagai ‘alat’ untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. ...
Teknologi dan santri
Kebutuhan manusia akan alat-alat tambahan, selain yang dibekali
Allah, telah melahirkan cabang ilmu poluler bernama teknologi, yang
konotasinya berarti “ilmu alat” (ilmu untuk menciptakan alat).
Tapi,
di pesantren, ilmu alat adalah sebutan untuk cabang-cabang ilmu yang
secara praktis maupun asumsi merupakan alat untuk memahami Al-Qurãn. Di
antara cabang-cabang (= disiplin) ilmu alat itu, terdapat ilmu-ilmu
bahasa yang manfaatnya memang mendasar sekali, yaitu ilmu sharaf
(morfologi), ilmu nahwu (sintaksis), dan ilmu balaghah (stilistika).
Selebihnya, kita akan temukan daftar panjang tentang ilmu-ilmu yang
populer dengan sebutan ‘ulumul-qurãn (ilmu-ilmu Al-Qurãn), yang untuk
mengkaji tuntas semua itu dibutuhkan waktu belasan atau puluhan tahun.
Anehnya,
daftar panjang ilmu alat itu, kok belum mampu melahirkan para santri
yang mampu menulis tafsir final Al-Qurãn. Bahkan, ironisnya, dengan
ilmu-ilmu yang dipelajari secara serentak dan bersama-sama di berbagai
pesantren dan sekolah tinggi agama itu, kok tidak mampu
merukun-kompakkan umat Islam?
Mengapa?
Saya kok jadi ingat lagi hubungan manusia dengan hp. ...
Jangan-jangan
ilmu-ilmu alat itu telah menawarkan kenikmatan-kenikmatan yang
menimbulkan penyakit autis, atau menumbuhkan ‘sindrom’ hubungan anjing
dengan tulang.
Kita menjadi asyik dengan alat.
Menjadi “mati di alat”.
Bukan mati badan. Tapi mati gerak. Mati gaya. Walau selalu merasa gaya.
Alat yang seharusnya membebaskan kita dari kesulitan untuk mencapai
satu tujuan, eh malah menjebak kita dalam kesenangan ‘autistik’. Dalam
‘pesta-pesta’ yang menghanyutkan. Membuat kita tenggelam dalam kesibukan
menikmati dunia yang hakikatnya fana. Bakal musnah. Dan membawa kita
musnah.
Ya! Itu pasti...
Kecuali bila kita pedulikan peringatan Allah, misalnya, dalam surat Al-Ashr. ∆
Bekasi, 23.31, 31 Juni 2013.