Selasa, 01 November 2016

Analisi Îmãn (12)



Pergeseran iman
Sejarah membuktikan bahwa tak lama setelah Nabi wafat, selagi  jasadnya belum dikubur, kaum Muhajirin dan Anshar nyaris  saling baku-hantam memperebutkan kekuasaan. Muhajirin merasa  layak berkuasa karena mereka pemeluk Islam pertama dan tentu  mempunyai  'hubungan  darah'  dengan Muhammad, karena mereka  adalah  orang-orang  Quraisy. Sebaliknya kaum Anshar pun merasa patut  memegang  tampuk kekuasaan, karena merekalah yang menjadi 'penyelamat' bagi  Rasulullah  serta para pengikut awal itu (Muhajirin).  Seandainya tak ada Umar dan Abu Bakar yang dihormati kedua belah pihak, pertumpahan darah di kalangan ummat Islam pasti terjadi  mendahului penguburan jenazah Nabi!          
Ketika  Abu Bakar tampil sebagai pemimpin,  timbul  berbagai pem-berontakan,  yang antara lain dipimpin  Musallamah  Al-Kadzab, Aswad Al-Annas, dll.
Selanjutnya, terjadilah pembunuhan atas Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib. 
Perang  Shiffin  yang terjadi pada tahun 655  Masehi  adalah  puncak dari segala pemberontakan yang ditujukan kepada para  pendukung ajaran Rasulullah. Pihak pemberontak dipimpin Muawiyah bin  Abu Sufyan, pihak yang bertahan dipimpin Ali bin Abu Thalib. ... Kemenangan dalam perang telah tampak berada di pihak Ali. Untuk menghindari kekalahan, Mu'awiyah, atas prakarsa Amr bin Ash,  memerintahkan supaya mushaf-mushaf Al-Qurãn diangkat  di ujung  tombak-tombak,  dengan seruan agar  kedua  belah  pihak berhukum kepada Al-Qurãn. Ali mengetahui bahwa apa yang  dilakukan  Mu'awiyah  itu hanya taktik dan tipu  muslihat,  untuk menghindari  kekalahan. Oleh karena itu, ia menolak  gencatan senjata, dan menyerukan pengikutnya agar meneruskan peperangan. Namun mayoritas pengikutnya menolak diteruskannya peperangan, dan menyeru gencatan senjata, untuk memberi peluang diadakannya arbitrasi. ...[1]                
Arbitrasi  alias tahkim itu berlangsung  di  Daumatu-Jandal, dengan kesepakatan awal bahwa kedua khalifah yang bertikai,  Muariyah dan Ali, akan diturunkan dari kekuasaan, untuk  selanjutnya dipilih seorang khalifah baru yang disetujui semua golongan. Tapi ternyata kesempatan ini dimanfaatkan Muawiyah dan  antek-anteknya untuk melumpuhkan Ali secara licik. Abu Musa Al-Asy'ari yang  mewakili pihak Ali dipersilakan untuk tampil di mimbar, mengumumkan bahwa Ali pada saat itu dicopot dari jabatannya. Setelah itu   diharapkan  wakil pihak Muawiyah, Amru bin Ash, tampil  pula  untuk meme-cat  Muawiyah. Tapi apa yang terjadi? Setelah Abu Musa  turun dari  mimbar, Amru bin Ash naik mimbar justru  untuk  mengatakan,  "Karena  Ali sudah dipecat, maka sekarang  satu-satunya  khalifah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan."         
Mengapa hal itu bisa terjadi?  Jawabannya  adalah seperti diungkapkan surat Al-Furqan ayat 30 di  atas. Umat Islam sudah meninggalkan Al-Qurãn. Mereka tidak lagi menjadikan  Allah  sebagai pemimpin tapi sudah beralih pada figur-figur  yang  berpengaruh dalam masyarakat, antara lain Muawiyah dan Ali.    Muawiyah mempelopori tegaknya kembali sistem kerajaan di jazirah Arab (sejak tahun 622 M). Boleh dikatakan dialah pula yang mempelopori tumbuhnya  imperialisme versi  Arab, dengan prinsip tu'minuna bi ba'dhin tak takfuruna bi ba'dhin; yaitu  "sebagian ajaran Allah (Al-Qurãn) diputar-balik dan sebagian dimusnahkan". 
Pada masa Muawiyah itulah pengertian iman dinyatakan sebagai  aqdun bil-qalbi faqath  (percaya dalam hati saja); yang jelas  merupakan  pengebirian atas definisi Nabi bahwa iman  mencakup aspek kalbu, lisan, dan perbuatan.
            Mu’awiyyah didukung oleh mazhab Murji’ah, yang semula bersikap  netral terhadap perselisihan antara Muawiyah dan  Ali,  tapi selanjutnya  menjadi  pendukung diam-diam, dan  akhirnya  menjadi  pembelanya, karena bagi mereka Mu’awiyah adalah ulul-amri yang patut ditaati seperti Allah dan Rasul!         
Dukungan Murji’ah itu semula merupakan reaksi  mereka atas sikap kaum Khawarij (pasukan Ali yang keluar setelah  peristiwa tahkim tersebut), yang terus menghujat Muawiyah yang  mementaskan gaya hidup mewah di istananya di Damaskus, sementara  rakyatnya hidup dalam keadaan hina-papa. Bila Khawarij yang keras langsung memvonis Mu’awiyyah sebagai kafir, Murji’ah memilih bersikap ‘menunda’ dalam arti menyerahkan penghakiman terhadap Allah. Sikap inilah yang akhirnya membuat Murjiah menjadi pendukung Mu’awiyyah.
Kemudian, dengan dalih mengislamkan bangsa-bangsa lain, Mua-        wiyah memelopori ‘penjajahan’ versi Arab. Imperium Arab mulai  bergerak ke timur, menaklukkan India, merambah Tiongkok, dan  akhirnya Indonesia. Di sebelah barat mereka menaklukkan  bangsa-bangsa di  Afrika Utara, sampai Eropa Selatan. Di sebelah utara,  mereka  taklukkan bangsa-bangsa di Rusia Selatan.    
  
Islam Indonesia        

Semula para ahli menyebutkan bahwa Islam masuk ke  Indonesia  pada  abad ke-13 M. Belakangan mereka menyatakan hal itu  terjadi  pada abad ketujuh atau kedelapan Masehi. Ada pula yang memastikan  bahwa Islam mulai merambah Indonesia pada tahun 717 M.          Jangan  dilupakan bahwa Islam yang masuk ke  Indonesia  itu,  bila terjadi pada tahun 717 M (abad ke-8), ada kemungkinan yang masuk adalah Islam yang sudah diputar-balik  oleh Muawiyah dan antek-anteknya. 
            Satu hal yang jelas, Islam Indonesia bisa ditandai dengan sumber-sumber keadatangannya, yaitu dari (1). Arab, (2). India, (3). Persia (Iran), dan kemungkinan besar juga dari (4). Cina.
            Lebih lanjut, mari kita perhatikan ciri-ciri yang mereka bawa:
1.      Dari Arab: menonjolkan peran para habib yang diklaim sebagai keturunan Nabi, pemakaian gelar sayyid (tuan) dan sayyidah. Nabi Muhammad disebut sayyidî (tuanku), Khadijah disebut sayyidatî (yang kemudian berubah menjadi siti).
2.      Persia: pemujaan terhadap Hasan dan Husein (dua putera Ali), yang menjadi ciri Syi’ah. Pemahaman tentang shiratul-mustaqim yang miripdengan konsep agama Zoroaster tentang Chinvanto Peretav, dll.
3.      India: berbaurnya ajaran Islam dengan Hinduisme/Buddhisme, dll.
4.      Cina: pemujaan terhadap ruh nenek-moyang, yang bersumber dari ajaran Konghucu, dll.




1. Gerakan-Gerakan Yang Mengguncang Islam, Abdullah Annan ML, terj. Shaleh mahfudz, cetakan  pertama,  hal.13,  Pustaka Progresif, Surabaya, 1993.

Tidak ada komentar: