Minggu, 23 Oktober 2016

Analisis Îmãn (8)



H. Definisi Iman
Dalam uraian terdahulu disebutkan bahwa iman adalah hasil abstraksi (pemahaman) kalbu, yang membentuk pola ucapan dan mengarahkan segala tindakan. Dengan demikian, iman bisa disebut sebagai pandangan dan sikap hidup, atau bisa disingkat menjadi hidup saja, atau secara psikologi adalah kepribadian.
Pandangan dan sikap hidup atau kepribadian, selanjutnya melahirkan gaya hidup atau akhlaq.
Telah diuraikan pula bahwa iman mempunyai ruang-lingkup yang mutlak harus mencakup tiga wilayah, yaitu wilayah kejiwaan (kalbu), wilayah kebahasaan (lisan), dan wilayah perilaku (amal).
Iman juga mempunyai nilai (kemampuan) yang pasti dan menuntut harga (alat tukar) yang mutlak, tidak bisa ditawar.
Nilai iman sangat ditentukan oleh konsep (ajaran, teori) yang menjadi landasannya. Bila konsepnya berasal dari Allah, nilainya pasti, obyektif (haq). Bila bukan dari Allah, nilainya pasti subyektif dan otomatis negatif (bathil).
Berdasar kenyataan-kenyataan di atas, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa definisi iman adalah:

1.               Iman secara umum berarti “pandangan dan sikap hidup/kepribadian” berdasar konsep yang haq/atau bathil. (Dalam pengertian ini, semua manusia adalah mumin).
2.               Iman secara khusus berarti “pandangan dan sikap hidup/kepribadian “ berdasar konsep yang haq (dari Allah). Pelakunya disebut “mu’min haq” atau singkatnyamu’min” saja.
3.               Pelaksana konsep bathil disebut “mu’min bathil” alias “kafir.”

I. Alam Pikiran Mukmin dan Kafir
            Agar lebih gamblang, definisi iman di atas, kita bentangkan menjadi sebuah ‘peta’ alam pikiran mukmin dan kafir yang berbentuk sebagai berikut:

  1. Mu’min adalah orang (pribadi; indiuvidu) yang berpikir bahwa:
    1. Allah adalah pencipta dan perancang (konseptor) kehidupan; baik kehidupan biologis maupun budaya.
b.      Allah menurunkan (mengajarkan) Al-Qurãn sebagai konsep (petunjuk; pedoman) bagi manusia, untuk membangun kehidupan budaya (kebudayaan) menurutNya.
c.       Al-Qurãn secara teknis diajarkan pertama kali kepada Muhammad, untuk diajarkan kembali kepada manusia. Dengan demikian Muhammad berkedudukan sebagai nabi (pembawa berita dari Allah) dan rasul (pembawa risalah/missi dari Allah), dan sekaligus sebagai uswah  (contoh; teladan) dalam mementaskan ajaran Allah (Al-Qurãn).
d.      Dengan demikian, mu’min adalah pelaku atau pelaksana (fã’il) Al-Qurãn berdasar uswah rasul. Dengan kata lain, mu’min adalah orang yang hidup alias berkepribadian Al-Qurãn menurut uswah rasul.
e.       Dengan demikian, mu’min yakin (tahu pasti melalui informasi Al-Qurãn) bahwa alam semesta adalah makhluk yang tunduk patuh pada hukum Allah (sunnatulah).
f.        Di lain pihak, selain mengutus rasul pembawa risalah, Allah juga ‘melepaskan’ saithan (setan) sebagai ‘rasul laknat’, yang dibiarkan mengajarkan risalah bãthil.[1]
g.       Kafir adalah pelaksana atau pelaku konsep batil (ajaran setan), yang secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu:
                                                               i.      Ãmanû bil-Jibti (idealis).
                                                             ii.      Ãmanû bith-Thaghut (naturalis).

Allah sebagai Konseptor (Perancang) kehidupan adalah Penguasa Tunggal atas seluruh makhluk-Nya. Makhluk-makhluk Allah, baik yang ada di langit maupun di bumi, semua patuh pada Sunnah-Nya (Sunatullah) secara pasif, kecuali manusia.
            Manusia adalah makhluk Allah yang dirancang untuk membangun kehidupan kreatif, namun masih dalam batas-batas kepatuhan terhadap-Nya. Kata Allah dalam Surat al-A’raaf 7: 10:

Jelas sekali bahwa Kami menempatkan kalian di bumi dengan menyediakan di dalamnya berbagai sarana kehidupan. (Tapi) sedikit sekali di antara kalian yang bersyukur (berbuat sesuai rancangan).

Untuk menjadi makhluk yang bersyukur (hidup sesuai rancangan Allah), manusia membutuhkan ilmu. Allah mengajarkan ilmu tersebut melalui malaikat, kepada seseorang manusia yang dipilih menjadi Nabi atau Rasul. Tapi setiap Nabi harus menjalankan tugas mereka dengan susah-payah, karena:

Maka begitulah kenyataannya; Kami hadapkan setiap nabi dengan musuhnya, (yaitu) para pendosa (penentang misinya). Namun cukuplah bimbingan Tuhanmu sebagai petunjuk hidup yang menyelamatkan.

Biang dari musuh para Nabi adalah Iblis alias Setan, yang dengan tegas mengatakan:

Maka karena Anda telah menvonisku sesat, akan kubuat mereka menentang jalan hidup Anda yang lurus. Seterusnya aku akan ‘gempur’ mereka dari depan, dari belakang, dari kiri, dan dari kanan mereka, sehingga Anda lihat nanti kebanyakan mereka menjadi orang-orang yang kufur (al-A’raaf 7: 16-17)

Setan dibebaskan oleh Allah menjadi ‘rasul’ kaum Kafir (Surat Maryam 83), sehingga dengan demikian otomatis setan pun membangun sunnah (jalan hidup) sendiri, untuk menandingi sunnah Rasulullah. Manusia dibebaskan untuk memilih salah satu di antara kedua sunnah tersebut. Firman Allah dalam Surat al-Balaad 90: 8-10)

Bukankah Kami melengkapinya (manusia) dengan dua mata, satu lidah, dan dua bibir, serta Kami bentangkan baginya dua jalan kehidupan (haq dan bathil)?

           

Tidak ada pemaksaan dalam mengikuti din ini (Islam), (karena) telah jelas (mana) din yang Benar dan yang Salah. Maka siapa pun yang menentang (din)
            Kenyataan Hidup Bathil
Bathil adalah lawan dari haq. Pengertiannya secara harfiah adalah: tak berguna, sia-sia, palsu, tidak benar; ganjil, tak berdasar, tak bernilai; cacat, tidak sah; penipuan, dusta, kepalsuan, dsb.[2]
Kenyataan hidup bathil adalah hasil dari iman bathil (pandangan dan sikap hidup berdasasr ajaran bathil). Ini merupakan “taqdir syarr”, sebagai resiko dari pilihan atas najdu-sarr, yaitu pandun atau pola hidup yang buruk. Kenyataan hidup demikian dalam Qur’an sering disebut dengan istilah nãr, neraka. Surat al-Hijr 15: 43-44, menggambarkan neraka demikian:

Maka (bagi para pengikut Iblis) Jahanam menjadi suatu risiko yang pasti bagi mereka semua. Di dalamnya ada tujuh kelompok. Dalam tiap kjelompok ada pecahan kelompok tertentu.
           
            Apakah ayat-ayat tersebut merupakan gambaran neraka di alam akhirat nanti? Surat al-Baqarah 2: 201 mengisyaratkan suatu jawaban:

Di antara mereka (“jama’ah haji”) ada yang berdoa: “Wahai pembimbing kami, perkenankanlah kami menikmati hasanah di dunia ini dan di akhirat nanti; serta lindungi kami dari azab neraka.”

            Ayat di atas jelas menyebut hasanah (kehidupan yang baik) sebagai lawan dari nar (neraka, kehidupan yang buruk). Dengan demikian hasanah adalah sinonim dari jannah, yang biasa kita artikan surga. Bila surga ada dua, tentu nereka pun ada dua pula.
Dalam sebuah Hadits diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah menegaskan; baiti jannati (rumahtanggaku adalah surgaku). Hadits ini menegaskan bahwa salah satu perwujudan dari ‘surga dunia’ adalah keadaan rumahtangga Rasulullah. Karena cara hidup Rasulullah diteladani oleh para sahabatnya, yaitu kaum mumin, maka otomatis kenyataan hidup mumin secara keseluruhan, secara sosial dan budaya, adalah ‘surga dunia’. Sebaliknya otomatis kenyataan sosial-budaya kaum kafir adalah ‘neraka dunia’.
Bagaimanakah gambaran konkrit neraka dunia itu?

Setiap manusia dewasa ini dihadapkan kepada kenyataan sosial dalam bentuk sosial-piramid. Yaitu gambaran keadaan di mana di atas pundak si tidak punya (buruh) duduk lah si berpunya, dan di atas si berpunya duduklah golongan yang berkuasa, dan di atas segala-galanya duduklah seorang manusia yang mahakuasa – suatu gambaran exploitation of man by man. Keadaan yang demikian berlaku di seantero permukaan bumi ini, semenjak zaman (pra) sejarah sampai sekarang ini, di dalam benteng Dunia Merdeka, di belakang Tirai Besi, dan di setiap kehidupan nasional, di mana setiap manusia di abad ke-20 ini dengan harap-harap cemas mengidam-idamkan perbaikan dan penyelesaian.[3]

      Bila dituang ke dalam sketsa segitiga ABC maka gambaran kehidupan sosial-piramid tersebut nampak seperti berikut ini:


Angka tujuh dalam ayat di atas hanyalah lambang bagi bilangan yang banyak. Dalam kenyataan tingkatan atau pengelompokan itu tidak harus persis berjumlah tujuh. Agama Hindu, misalnya membagi manusia ke dalam 5 kasta, yaitu: Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra, Paria.
Dalam kehidupan nasional Indonesia, berdasar status ekonomi, bangsa Indonesia terbagi menjadi 5 kelas pula, yaitu: kelas atas, kelas menengah ke atas, kelas menengah, kelas menengah ke bawah, kelas bawah.
Hirarki kekuasaan presiden Marcos digambarkan istrinya, Imelda Marcos dalam bentuk piramida bertingkat sembilan:


1.      President
2.      PM + 30 ministers
3.      77 Governors
4.      200 Parliamentarians
5.      1700 Mayors
6.      4200 Barangay Captains
7.      900.000 barangay Brigades
8.      27. 000.000 Brigade members      
9.      50 Milions Filipinos

Vladimir Kvint, seorang ahli ekonomi Uni Soviet, yang telah mengkaji susunan kekuasaan politik di negara-negara sosialis, menyimpulkan bahwa The hierarchy of despotic power is in the shape of a triangle. Only one person can make things happen – the man at the top. (hierarki kekuasaan dzalim selalu berbentuk segitiga –piramida. Hanya satu orang yang dapat membuat sesuatu terjadi – yaitu  orang yang di puncak kekuasaan).[4]
Itulah Towering Inferno. Sebuah ‘neraka’ yang berujud bangunan (struktur) yang menjulang tinggi. Itulah bentuk kehidupan yang dalam Surat al-Baqarah 36 dan al-A’raaf 7:24 disebut sebagai ba’dhukum li ba’dhin ‘aduwwun (satu sama lain saling bermusuhan, bersaing tidak sehat, berbaku-hantam). Surat al-Baqarah 85 memberikan gambaran lebih tegas, demikian:

85. Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, Padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.[5]

… segolongan kalian membunuh segolongan yang lain, segolongan menggusur golongan yang lain dari kampung mereka dengan melontarakan tuduhan bahwa mereka berkomplot dalam kejahatan dan permusuhahn. Bila mereka menjadi tawanan, kalian meminta tebusan.  Padahal (dalam kitan ditegaskan bahwa) pengusiran atas mereka itu terlarang. Apakah kalian akan terus melaksanakan sebagian isi Kitab sambil mengabaikan bagian yang lainnya? Maka ganjaran bagi kalian yang berbuat demikian hanyalah kehidupan nista di sepenjuru dunia, sampai pada saat tegaknya hukum Allah nanti dijerumuskan ke dalam siksaan paling berat. Camkanlah bahwa Allah samasekali tidak pernah mengabaikan tindak-tanduk kalian.

            Dalam soal pembagian rezeki, dalam Surat an-Nahl 16:71 Allah mengungkapkan pelanggaran mereka atas peraturannya:
           
Allah melebihkan segolongan kalian atas segolongan yang lain dalam pendapatan rezeki (sesuai posisi masing-masing). Tapi mereka yang mendapatkan lebih (para boss) tidak mau berbagi dengan orang-orang yang jadi tanggungan mereka (buruh, orang miskin) demi merasakan kenikmatan yang sama. Apakah kalian hendak menyangkal bahwa yang kalian dapatkan itu hanyalah anugerah Allah?





[1] Rasul adalah kata benda yang dibentuk dari kata kerja arsala, yang bisa berati mengutus atau melepaskan. Lihat surat Maryam ayat 83.
[2] Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic.
[3] Menuju al-Madinatul Munawwarah, Isa Bugis, 1960.
[4]Majalah Vanity Fair, 1990.
[5]Ayat ini berkenaan dengan cerita orang Yahudi di Madinah pada permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu dengan suku Aus, dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj. antara suku Aus dan suku Khazraj sebelum Islam selalu terjadi persengketaan dan peperangan yang menyebabkan Bani Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir membantu orang-orang Khazraj. sampai antara kedua suku Yahudi itupun terjadi peperangan dan tawan menawan, karena membantu sekutunya. tapi jika kemudian ada orang-orang Yahudi tertawan, Maka kedua suku Yahudi itu bersepakat untuk menebusnya kendatipun mereka tadinya berperang-perangan.

Tidak ada komentar: