Pengertian kalbu
Samakah pengertian kalbu (qalbun, al-qalbu) dengan “hati” dalam bahasa Indonesia? Bila bicara tentang
hati, orang Indonesia pada umumnya menyebutkan sesuatu yang menjadi tempat
bersarangnya berbagai perasaan, dan mereka biasa mengisyaratkan tangan ke dada,
seolah-olah hati (perasaan) itu terletak di dalam dada. Sedangkan bila
berbicara tentang akal atau pikiran, umumnya orang menunjuk kepala.
Menurut ilmu urai tubuh
(anatomi) kita berpikir dan merasa dengan otak. Dalam kamus Psychology, Dali Gulo menggambarkan otak
sebagai “bagian dari sistem syaraf yang terbungkus dalam tengkorak kepala dan
merupakan pusat motivasi, pemikiran, pengolahan dan penyampaian apa-apa yang
diperoleh dari indera.”
Floyd L. Ruch dalam Psychology and Life memberikan gambaran
tentang otak demikian:
In the last analysis the superiority of man over the
lower forms derives from his superior ability to think and plan, utilizing
objects both present and absent in overcoming his problems. This ability is the
result of a larger, more complex brain, which operates with intricate division
of labor and with more control over the rest of nervous system than we find in
any of the lower forms. Perception, thought, consciousness itself depend on the
brain for their occurrence. Clearly, then, if we are to … study all the
behaviour, motives, and emotions growing out of the interaction between man and
his ewnvironment, our picture must include a working understanding of the
brain.
(Penelitian
terakhir membuktikan bahwa keunggulan manusia atas makhluk-makhluk lain yang
lebih rendah terletak pada kemampuannya yang istimewa untuk berpikir dan
membuat rencana, serta memanfaatkan barang, baik yang ada maupun yang tidak ada
untuk menyelesaikan berbagai masalahnya. Kemampuan ini adalah berkat dari otak
manusia yang lebih besar dan lebih rumit, yang beroperasi dengan pembagian
kerja yang ruwet dan lebih mampu mengendalikan sistem saraf dibandingkan dengan
yang kita temukan pada makhluk-makhluk lain yang lebih rendah. Persepsi (pendapat), pemikiran, dan
kesadaran itu sendiri keberadaannya
tergantung pada otak. Jadi, jelaslah, bila kita hendak mempelajari segala
perilaku, dorongan-dorongan, dan berbagai perasaan yang tumbuh sebagai akibat
pergaulan manusia dengan lingkungannya, gambaran kita harus disertai pemahaman
yang baik tentang otak).
Setelah memerhatikan gambaran
tentang otak, mari kita periksa gambaran tentang kalbu dalam al-Qurãn, misalnya dalam Surat al-A’raaf 7:179:
“Bagi jahanam sungguh telah Kami sediakan
banyak jin dan manusia, yang telah kami bekali qalbu tapi tidak mereka gunakan
untuk memahami (ajaran Kami), yang telah kami bekali mata tapi tidak digunakan
untuk melihat (bukti kebenaran ajaran Kami), yang telah Kami bekali telinga
tapi tidak digunakan untuk menyimak (penjelasan tentang ajaran Kami). Mereka
itu ibarat hewan piaraan, bahkan lebih tolol
lagi. Mereka adalah para pengabai (kesempatan untuk meraih keberuntungan,
dengan melaksanakan ajaran Allah).”
Sedangkan dalam Surat an-Nahl
16:78 Allah menegaskan pula:
“ …
Allah mengeluarkan kalian dari kandungan ibu kalian dalam keadaan tidak tahu
apa-apa tapi dibekalinya kalian dengan alat pendengaran, alat penglihatan, dan
fuad, supaya kalian gunakan dengan sebaik-baiknya (bersyukur).”
Kedua ayat di atas
menjelaskan bahwa kalbu (qalbun,
jamaknya qulubun) sama dengan fu’ad (fu’adun,
jamaknya af-idah) yang fungsinya berkaitan dengan fungsi indera,
terutama indera penglihatan dan pendengaran, yang keduanya sangat berperan
dalam kehidupan manuysia yang mempunyhai otak lebih besar dari otrak hewan.
Kamus pun menyamakan kalbu dengan akal (al-aqlu),
fu’ad, dan batin,
atau quwwatul-idraak (daya tanggap),
atau al-fahmu (faham, pengertian).
Hans Wehr dan J. Milton Cowan dalam A
Dictionary of Modern Written Arabic, mengartikan kalbu sebagai mind (pikiran), soul (jiwa), dan spirit
(ruh). Jadi jelaslah bahwa kalbu tidak sama dengan hati dalam arti perasaan
saja. Terjemahan yang tepat untuk kalbu dalam bahasa Indonesia adalah jiwa,
yang di dalamnya terdapat pikiran dan perasaan, dan otak secara fisik mungkin
merupakan ‘sarang’-nya. Sedangkan secara ruhani, otak dan jiwa adalah identik
(sama); dalam arti bahwa pembicaraan tentang jiwa manusia selalu berkaitan
dengan sesuatu yang mengisi otak ragawi.
Al-qalbu (jiwa, otak) yang ‘berkantor pusat’ di kepala itulah yang mencari input
(masukan) melalui dua indera yang paling dominan, yang berkali-kali disebut
dalam Qur’an, yaitu telinga dan mata.
Lalu bagaimana dengan sebuah hadis yang menceritakan Rasulullah
menunjuk dada ketika beliau menyebut al-qalbu?
Jawabnya adalah bahwa dada secara fisik-anatomis berisi paru-paru dan jantung,
tidak berisi liver yang biasa diterjemahkan sebagai hati (yang letaknya di
perut sebelah kanan). Jadi, bila dipahami harfiah, Nabi Muhammad salah dengan
menunjuk hati ada di dada. Lalu? Yang logis adlah dengan memahaminya secara
majas, yaitu bahwa beliau menunjuk dada bukanlah dada dalam arti fisik; tapi
yang dimaksud adalah dada (beliau tidak menyebut dada, tapi menunjuknya sambil
berkata ha hunna, di sini) adalah “diri”.
(Manusia biasa menunjuk dadanya ketika yang ditunjuk adalah dirinya!).
Bagaimana
pun, bila kita kembali kepada surat Al-‘A’rãf ayat 179, kalbu secara fungsional
adalah álat untuk memahami”, dan itu secara fisik maupun psikologis mengacu
pada fungsi otak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar