Senin, 24 Oktober 2016

Analisis Îmãn (9)


  1. SEJARAH IMAN
  1. Pandangan Dunia tentang Sejarah
“Sejarah Islam” telah banyak ditulis orang, tapi siapa yang pernah menengok “Sejarah Iman”? Orang mungkin akan mengatakan bahwa sejarah iman ini masuk bidang  kajian antropologi budaya, tapi apakah kajian mereka sudah memadai? Khususnya bagi para ahli sejarah Islam: sudahkah mereka menjadikan  Al-Qurãn sebagai salah satu rujukan kajian antropologi budaya? Kita akan coba merambah ke sana. Namun sebelum menukik sejarah Iman, kita akan menengok dulu bagaimana pandangan dunia tentang sejarah.
Dalam buku God, jews, and History[1] Max I. Dimont, mengajukan contoh delapan mazhab sejarah, yaitu:
  1. Mazhab Anarkis.
Aliran ini dipelopori oleh Henry Ford yang cenderung meremehkan sejarah. Semboyannya, history is bunk (sejarah itu sampah/omongkosong). Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini satu sama lain tidak mempunyai hubungan. Semua hanyalah ‘gado-gado’ dari tanggal-tanggal, nama-nama, pertempuran-pertempuran yang dari semua itu tak ada satu pun yang bisa dijadikan pelajaran atau bahan untuk meramalkan masa depan.
  1. Mazhab Politis
Aliran ini memandang sejarah sebagai peristiwa pergantian dinasti-dinasti, hukum, dan pertempuran-pertempuran. Ada para raja ayang kuat, ada pula yang lemah. Ada yang menang perang, ada yang kalah. Ada hukum yang baik, ada yang buruk. Kejadian demi kejadian berjalan sangat teratur dari A sampai Z, sejak tahun 2000 sebelum Masehi sampai 2000 Masehi. Inilah model pengajaran sejarah yang dilakukan di sekolah-sekolah.
  1. Mazhab Serba Alam.
Aliran yang berasal dari Yunani ini memandang bahwa iklim dan tanah menentukan bentuk karakter manusia. Cara ilmiah untuk mengenal lembaga-lembaga kemasyarakatan manusia harus dilakukan dengan mengkaji lingkungan fisiknya, seperti topografi[2], tanah, dan iklim.
Max I. Dimont membantah aliran ini dengan mengatakan bahwa bangsa Yahudi ternyata bisa hidup di berbagai iklim tanpa kehilangan ciri umum etnis dan budaya mereka. Bahkan ketika negara Israel terbentuk, orang Yahudi yang pulang merantau dari Arab, Afrika Utara, Eropa , dan Amerika, dalam waktu singkat telah mampu melebur menjadi satu bangsa yang utuh. Namun harus diakui juga, kata Dimont, bahwa faktor geografis telah memberikan banyak warna dan corak pada bangsa Yahudi.
  1. Mazhab Ekonomis
Dalam pandangan kaum Marxist (pengikut Karl Marx) sejarah ditentukan oleh cara memproduksi barang. Kita lihat, kata mereka, sistem ekonomi feodal digantikan sistem ekonomi  kapitalis. Cara-cara kapitalis memproduksi barang mengubah lembaga-lembaga sosial suatu negara, termasuk agamanya, etikanya, moralnya, dan sistem nilainya, demi mengesahkan dan menyetujui serta melembagakan sistem ekonominya yang baru. Hal yang sama juga akan terjadi bila masyarakat kapitalis digantikan masyarakat komunis. Secara otomatis lembaga-lembaga sosial dan budayanya akan berubah sesuai tuntutan prinsip baru, sampai prinsip tersebut menjadi bagian dari perilaku sehari-hari.
  1. Mazhab Psikoanalisis
Aliran ini lahir pada awal abad 20, mengikuti teori Profesor Sigmund Freud tentang penguraian jiwa (psychoanalitic). Menurut aliran ini, lembaga-lembaga sosial dan sejarah manusia adalah hasil dari suatu proses penindasan atas pemberontakan alam bawah sadar. Peradaban, kata mereka, terwujud karena manusia mengorbankan nafsu yang tinggal di alam bawah sadar, yaitu nafsu seks, nafsu membunuh, nafsu melakukan incest (bersetubuh dengan saudara), nafsu melakukan tindakan sadis, dan nafsu untuk berbuat kekerasan. Hanya dengan keberhasilan menguasai rangsangan nafsunyalah manusia bisa mengalihkan energinya ke saluran-saluran kreatif dan beradab. Jenis nafsu yang ditindasnya, sebaik apa menindasnya, dan metode apa yang digunakan, akan menentukan kebudayaan dan keseniannya.
  1. Mazhab Filosofis
Ada tiga tokoh yang amat termasyhur dalam aliran ini, yaitu (1) filsuf jerman Georg Wilhelm Friedric hegel, (2) Filsuf Prusia, Oswald Spengler, dan (3) sejarawan Inggris Arnold Toynbee.
Ketiganya mempunyai banyak perbedaan namun memiliki persamaan mendasar. Mereka memandang sejarah sebagai sesuatu yang mengalir terus-menerus. Setiap peradaban, kata mereka, berjalan mengikuti pola yang dapat diramalkan. Setiap peradaban tak ubahnya manusia, yang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, dan mati. Baik dan buruknya gagasan-gagasan dan etika yang menunjangnya, menentukan berapa lama suatu peradaban bertahan. Para filsuf aliran ini mengkaji sejarah untuk menemukan hal itu dalam semua peradaban, untuk menemukan ciri umumnya.
Menurut Spengler, semua peradaban akan mati. Setiap peradaban bermula dari musim semi (Spring), matang menjadi muslim panas (Summer) dengan terwujudnya prestasi fisik terbesarnya, terus memasuki Musim Gugur (Autumn) dengan dicapainya prestasi-prestasi intelektual, dan akhirnya mundur, memasuki Musim Dingin (Winter), lalu mati.
Spengler yang menulis pada tahun 1918, ketika Inggris sedang di puncak kejayaan, sedangkan Rusia dan Cina hanyalah menduduki ranking kelima di antara negara-negara adidaya, meramalkan dalam bukunya yang berjudul The Decline of The West, bahwa peradaban Barat sudah memasuki Musim Dingin, dan akan mati pada abad ke-23 . selanjutnya muncul peradaban Slavia (Rusia) atau Cina yang sedang memasuki Musim Semi, sebagai penggantinya. Aliran ini dinamakan aliran cyclic (siklus, putaran), karena setiap peradaban dikatakan mempunyai awal, pertengahan, dan akhir.
Toynbee, mengajukan teori yang dikenal dengan linier concept. Dalam bukunya yang masyhur A Study of History, ia mengatakan bahwa sebuah peradaban bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri secara utuh (an independent totality) tetapi suatu perkembangan atau kemajuan (progression) – suatu evolusi – dari peradaban yang rendah menjadi lebih tinggi. Peradaban Islam, katanya, tumbuh dari kebudayaan terdahulu yang lebih rendah, yaitu kebudayaan Iran dan Arab, yang lahir melalui masyarakat Syria. Jadi, peradaban Islam tidak perlu mati, bahkan bisa menjadi kebudayaan lebih tinggi, bila mampu menghadapi setiap tantangan yang terus-menerus datang.
  1. Mazhab Kultus Individualis
Aliran kultus individualis (cult of personality), alias penonjolan orang seorang, memandang bahwa setiap peristiwa terjadi karena peran daya dinamis orang-orang besar. Bila tidak ada George Washington, kata mereka, tidak akan terjadi revolusi Amerika. Revolusi Prancis juga terjadi karena Robespierre. Sedangkan revolusi Rusia terjadi karena Lenin. Bagi mereka manusia adalah pencipta peristiwa. Ini merupakan kebalikan dari aliran Marxis yang menganggap manusia diciptakan oleh peristiwa.
  1. Mazhab Religius
Max I. Dimont mengatakan bahwa aliran religius (keagamaan) ini adalah mazhab tertua sekaligus termuda. Ia menyebut Bible sebagai contoh penguraian sejarah religius yang ditulis pada masa lalu.
Aliran ini memandang setiap peristiwa sejarah sebagai pergumulan antara baik dan buruk, antara yang bermoral dan tidak bermoral.
Di zaman modern, aliran ini tidak laku; tapi kemudian dijajakan kembali oleh genre (aliran, jenis) penulis-penulis yang kemudian dikenal sebagai existential theologians seperti Jaques Maritain (Katolik Romawi), Nikolai Bardjaev (Katolik Ortodoks Rusia), Paul Tillich (Protestan), dan Martin Buber (Yahudi).
Pada dasarnya mereka berpandangan bahwa meskipun Tuhan tidak terlibat langsung dalam pembuatan sejarah, jelas hubungan manusia dengan Tuhan memegang peranan penting. Kata Dimont, “Sekarang kita begitu gandrung pada pemikiran bahwa yang bisa dianggap sah adalah fakta-fakta ilmiah (scientific facts). Kita cenderung melupakan bahwa manusia berpegang pada gagasan-gagasan  yang tidak ilmiah (unscientific), yang tidak bisa dibuktikan, (tapi) bisa lebih sering menjadi penentu jalan sejarah daraipada fakta-fakta rasional.
Dimont menyebut pandangan Martin Buber bahwa tema pokok yang berlaku dalam sejarah yahudi adalah “hubungan antara bangsa Yahudi dengan Tuhan mereka, Jehovah”. Dalam pandangan agama Yahudi, Tuhan memberi manusia kebebasan untuk bertindak. Manusia bebas untuk dekat atau jauh dengan Tuhan. Jadi, sejarah adalah segala yang terjadi di antara manusia dan Tuhan. Dalam pandangan Yahudi, manusia bisa mendapatkan kekuasaan karena bebas bertindak sesuka hati (unscrupulous), bukan dibimbing Tuhan. Dengan demikian, sukses atau gagalnya manusia bukanlah tanggung-jawab Tuhan.
Menurut Dimont, pandangan itulah yang membedakan Yahudi dari bangsa Pagan (pemuja berhala) selama 4000 tahun. Pandangan Pagan tentang Tuhan menyebabkan manusia terikat pada Tuhan-tuhan  (dewa/dewi) mereka. Konsep Yahudi tentang hubungan manusia dengan Tuhan menyebabkan Tahudi mempunyai kebebasan bertindak. Bangsa Barat ternyata baru mencapai kesadaran demikian setelah zaman Reformasi, yaitu ketika Martin Luther menentang Kepausan, dan kemudian mendirikan aliran (Kristen) Protestan. Selanjutnya Martin pun mengajak Yahudi masuk Protestan, karena antara agama Yahudi dan Protestan sudah tak ada perbedaan lagi.
Setelah menjejerkan mazhab-mazhab sejarah tersebut, Dimont menyimpulkan bahwa berbagai pandangan tentang sejarah itu akhirnya membentuk suatu siklus (lingkaran) yang utuh:
  1. Aliran religius yang merupakan aliran tertua, memandang Tuhan sebagai Pencipta sejarah. Selanjutnya manusia menemukan penjelasan sendiuri dengan berbagai cara.
  2. Mazhab Anarkis memandang sejarah sebagai rangkaian peristiwa buta.
  3. Aliran Filosofis memandang sejarah sebagai rangkaian peristiwa bermakna.
  4. Aliran Ekonomis, memandang sejarah ditentukan metode-metode produksi barang
  5. Aliran Psikoanalisis (Freudian) memandang sejarah sebagai berkat dari dorongan bawah sadar.
  6. Aliran Kultus Individualis memandang manusia sebagai penentu sejarah.,
  7. Terakhir, kembali kepada konsep tertua sekaligus termuda, aliran Religius yang memandang sejarah terjadi karena adanya hubungan manusia dengan Tuhan.[3]
[1] Signet Book, New York, 1962, hal. 18-22
[2] Pemetaan; keadaan suatu daerah dilihat dari posisinya di antara daerah-daerah lain.
[3] Mazhab Politis dan Serba Alam tidak dimasukkan Dimont ke dalam rangkaian ini.

Tidak ada komentar: