Kamis, 11 Desember 2014

INTISARI SURAT AN-NISÃ


Masa pewahyuan
Surat ini mencakup beberapa wacana yang diwahyukan dalam berbagai kesempatan selama periode kira-kira antara akhir tahun ke-3 Hijrah dari Makkah ke Madinah dan akhir tahun ke-4 atau awal tahun ke-5 Hijrah. Meski sulit untuk memastikan tanggal yang tepat penurunan ayat-ayatnya, namun bisa diperkirakan bahwa masa pewahyuannya yang benar dengan bantuan perintah-perintah dan kejadian-kejadian yang disebutkan di dalamnya, dan juga dengan bantuan sejumlah Hadis yang berhubungan dengannya. Beberapa contoh bisa diberikan seperti di bawah ini:
  1. Kita tahu bahwa petunjuk-petunjuk tentang pembagian warisan dari para shyahid dan penjagaan hak-hak anak yatim diwahyukan setelah Perang Uhud yang di dalamnya 70 orang Muslim terbunuh. Sehubungan dengan itu, otomatis  persoalan tentang pembagian warisan para syahid itu dan pemeliharaan hak-hak anak yatim timbul di tengah banyak keluarga mereka di Madinah. Berdasar ini, kami menyimpulkan bahwa ayat 1 sampai 28 diwahyukan pada masa tersebut.
  2. Kita mengetahui melalui sejumlah Hadis bahwa perintah Shalat di waktu perang diwahyukan pada masa ekspedisi Zatur-Riqa’ãn yang terjadi pada tahun ke-4 H. Dari sini, kami menyimpulkan bahwa ayat 102 diwahyukan pada masa itu.
  3. Peringatan trakhir (ayat 47) terhadap Yahudi diberikan sebelum Banu Nadhîr diusir dari Madinah pada bulan Rabi’ul-Awwal tahun ke-4 H. Berdasar ini, bisa disimpulkan secara aman (tidak meragukan) bahwa ayat 47 pastilah diwahyukan sebelum peristiwa tersebut.
  4. Ijin untuk bertayamum (mengganti wudhu dengan debu yang bersih bila air tidak ditemukan) diwahyukan pada masa ekspedisi Banu Al-Mustaliq yang terjadi pada tahun ke-5 H. Berdasar itu bisa disimpulkan bahwa ayat 43 diwahyukan pada masa sekitar itu.

Pokok-pokok bahasan dan latar belakangnya
Sekarang mari kita perhatikan sejarah dan keadaan sosial pada masa itu, untuk membantu memahami surat ini. Secara keseluruhan, surat ini membahas tiga masalah utama yang dihadapi Rasulullah pada masa itu. Pertama, beliau harus menangani seluruh pembangunan Komunitas Islam yang telah terbentuk sejak masa hijrah. Demi tujuan itu, beliau memperkenalkan sebuah moral budaya sosial ekonomi dan politik yang baru, sebagai pengganti moral lama yang  berlaku sebelum Islam. Masalah kedua yang menyita perhatian dan usaha beliau adalah perjuangan berat menangani persoalan yang terjadi di antara kaum musyrik Arab, suku-suku Yahudi, dan kaum munafik yang berusaha keras menentang misi reformasi beliau. Di atas segala masalah itu, beliau harus menda’wahkan Islam untuk melawan segala kekuatan setan yang terus menerus memikat hati banyak manusia.
Karena itu petunjuk-petunjuk untuk melakukan konsolidasi dan penguatan Komunitas Islam diberikan sebagai kelanjutan dari apa yang sudah diberikan dalam surat Al-Baqarah. Asas-asas untuk melancarkan urusan rumah tangga telah dibentangkan dan cara-cara penyelesaian perselisihan keluarga telah diajarkan. Peraturan-peraturan mengenai perkawinan dan hak-hak istri dan suami telah disejajarkan secara adil dan seimbang. Status wanita dalam masyarakat telah ditentukan dan maklumat tentang hak-hak anak yatim juga telah dibuat. Hukum dan undang-undang pembagian warisan telah ditetapkan, petunjuk-petunjuk untuk reformasi ekonomi juga telah diberikan. Dasar-dasar hokum telah diletakkan, minuman keras telah dilarang, peraturan untuk menjaga kebersihan dan kesucian pun telah diajarkan. Para Muslim telah diajari bagaimana menjalin hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama mereka. Ajaran tentang disiplin dalam Komunitas Muslim pun telah diberikan.
Kondisi moral dan keagamaan Ahlul-Kitab telah pula ditinjau ulang sebagai pelajaran bagi para Muslim, dan mengingatkan para Muslim agar berhenti mengikuti langkah-langkah mereka. Perilaku kaum munafik pun mendapat kritikan, dan cici-ciri kemunafikan serta iman yang benar pun telah begitu jelas ditandai agar para Muslim dapat benar-benar membedakan keduanya.
Untuk mengatasi masalah setelah Perang Uhud, wacana-wacana penyemangat pun diajarkan untuk mendorong para Muslim agar menghadapi musuh dengan berani, karena kekalahan dalam perang tersebut telah menimbulkan keberanian suku-suku Arab musyrik terdekat dan Yahudi serta warga munafik, yang mengancam keselamat para Muslim dari berbagai jurusan. Dalam keadaan gawat itu, Allah mengisi jiwa para Muslim dengan semangat keberanian dan instruksi-instruksi yang mereka butuhkan dalam situasi berhawa perang. Untuk mengatasi desas-desus menakutkan yang disebarkan kaum munafik dan kemerosotan iman para Muslim sendiri, mereka diminta untuk memeriksa diri sendiri secara menyeluruh dan diberi informasi tentang orang-orang yang bertanggung-jawab atas keadaan mereka.
Kemudian mereka juga mengalami kesulitan melaksanakan shalat ketika menjalankan ekspedisi ke berbagai tempat yang tidak ada sumber air untuk berwudhu. Dalam keadaan demikian, mereka diijinkan untuk bertayamum dengan debu yang bersih, dibolehkan memendekkan shalat atau melakukan shalat khauf (shalat dalam keadaan khawatir diserang musuh). Bagi para Muslim yang tinggal secara tersebar di tengah bangsa Arab yang masih kafir dan suku-suku yang masih saling berperang, juga mendapatkan solusinya. Mereka disuruh berhijrah ke Madinah yang merupakan rumah Islam.
Surat ini juga membahas perihal Banû Nadhir yang memperlihatkan sikap bermusuhan dan mengancam, sebagai kebalikan dari perjanjian yang telah mereka sepakati bersama para Muslim (melalui Piagam Madinah). Mereka secara terang-terangan menunjukan pemihakan terhadap musuh-musuh Islam dan menelorkan rencana-rencana jahat untuk mencelakai Rasulullah dan Komunitas Muslim di dalam wilayah Madinah sendiri. Mereka diberi peringatan dan ancaman, sampai akhirnya diusir dari Madinah, karena tak kunjung berhenti menunjukkan sikap penentangan.
Masalah kemunafikan, yang demikian gawat pada waktu itu, telah menyebabkan para Mu’min terjebak dalam berbagai kesulitan. Karena itulah mereka dimasukan ke dalam golongan yang berbeda agar para Muslim dapat memperlakukan mereka secara tepat. Sikap yang benar terhadap suku-suku yang gemar berperang juga diajarkan.
Hal terpenting yang harus dilakukan pada waktu itu adalah mempersiapkan para Muslim untuk menghadapi perjuangan keras menghadapi musuh-musuh islam. Untuk itu membentukan karakter mereka menjadi untuk menjadi urusan utama, karena sangat jelas bahwa Komunitas Muslim yang kecil hanya bisa sukses, bahkan bertahan, bila mereka memiliki semangat juang yang tinggi. Karena itu, segi itulah yang mendapat penekanan keras, dan setiap kelemahan mereka dalam hal itu juga mendapat kritikan yang sangat keras.
Meski surat ini terutama menenkankan masalah reformasi moral dan sosial, masalah da’wah pun tak kurang ditonjolkan. Di satu sisi, keunggulan moralitas dan budaya Islam atas Yahudi, Kristen dan musyrik  pun ditegaskan. Di sisi lain, kesalahan konsep-konsep keagamaan mereka, kesalahan moralitas mereka, kejahatan mereka juga dikecam, sebagai landasan untuk mengajak mereka pada jalan hidup yang benar.

Tema: Konsolidasi Komunitas Islam
Tujuan utama surat ini adalah mengajar kaum Muslim cara-cara untuk menjalin persatuan dan membuat mereka kokoh dan kuat. Pengantar-pengantar untuk membangun rumah tangga yang stabil, sebagai inti komunitas, juga diajarkan. Kemudian, mereka didesak untuk memperkuat benteng pertahanan diri. Dan seiring dengan itu, mereka juga diajari tentang pentingnya da’wah. Di atas segalanya, semangat juang yang tinggi dalam rangka konsolidasi Komunitas Islam sangat ditekankan. ∆

Sumber: Quran – Saheeh International Translation

Tidak ada komentar: