Sabtu, 17 Januari 2015

Gerakan Cinta Al-Qurãn


1. Pijakan
“Sesungguhnya Al-Qurãn ini memandu kearah kehidupan yang mahatangguh serta membawa semangat optimis bagi para mu’min yang berbuat tepat menurutNya bahwa mereka pasti mendapatkan hasil sebesar-besarnya.” (Surat Al-Isra ayat 9).
“Sesungguhnya keunggulan Al-Qurãn atas seluruh ‘kalam’ (ide; wacana; artikel; buku; tontonan, dsb.) adalah sama dengan keunggulan Allah atas seluruh makhluknya.” (Hadis).
“Sesungguhnya Al-Qurãn itu (bisa menjadi) pembelamu, atau penuntutmu.” (Hadis)
“(Manusia) yang terbaik di antara kalian adalah dia yang belajar Al-Qurãn, kemudian mengajarkannya.” (Hadis).

Kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Quran dan mereka memerintahkan anak-anak dan istri-istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam shalat di tengah malam, sehingga alunan suara mereka teredengar bagai suara lebah. 
Rasulullah pun sering melewati rumah-rumah orang Anshar dan berhenti untuk mendengar alunan suara mereka yang membaca Al-Quran di rumah-rumah. (Manna Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran).

2. Ajakan
Saudara-saudara sekalian! Dari segi jumlah (kuantitas) kita adalah bangsa Muslim terbesar di dunia. Tapi dalam hal kedekatan, kegemaran, kecintaan, dan penghayatan terhadap Al-Qurãn, bisa jadi keadaan kita adalah sebaliknya.
Bila kita perhatikan kehidupan kaum Muslimin Indonesia sehari-hari, tampak jelas bahwa kedekatan kita dengan Al-Qurãn telah tergantikan oleh keakraban kita dengan berbagai saingannya dalam berbagai bentuk hiburan yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi dan maraknya media sosial, tempat kita bisa menghabiskan waktu untuk bersenang-senang mencari hiburan, untuk mengilangkan stres kita karena berbagai tekanan dan kesulitan hidup yang sebenarnya tercipta oleh gaya hidup modern, yang ‘keren’ namun pada hakikatnya membuat kita selalu merasa kosong, hampa, bingung, alias lapar dan haus secara batin.
Hal itu pada hakikatnya terjadi karena kita telah mengabaikan santapan dan obat ruhani kita, yakni Al-Qurãn, yang kita sebut sebagai kitab suci. Semula sebutan ini kita buat tentu untuk menegaskan fungsinya sebagai penyuci batin kita dari segala motivasi selain kepatuhan terhadap Allah. Namun, perlahan tapi pasti, ‘kesucian’ Al-Qurãn terjadi karena ia bebas dari sentuhan kita! Kita telah membuat Al-Qurãn terasing.
Tak perlu berpanajang kalam. Dampak dari terasingnya Al-Qurãn telah sama kita rasakan.
Karena itu, selagi kesadaran masih bisa timbul, mari kita akrabi kembali Al-Qurãn.
Mari kita kembali kepada Al-Qurãn!
Mari kita sambut da’wah Allah yang menawarkan kemenangan, keunggulaan, dan kebahagian!
Saudaraku!
Mari kita ciptakan GERAKAN CINTA AL-QURÃN !!!

3. Caranya
1.       Bersatulah para pengajar Al-Qurãn bersama para pemilik tempat dan dana.
2.       Bikin maklumat kepada para pemuda/pemudi (terutama), anak-anak, dan juga orang dewasa dan tua, agar mereka berkumpul di suatu tempat (masjid, mushalla, rumah pribadi, dll.), setiap malam, untuk bersama-sama membaca Al-Qurãn, selama 1 jam.
3.       Sediakan makanan dan minuman.
4.       Setiap peserta diabsen. Buat catatan mulai dari siapa yang selalu hadir, sampai kepada yang paling jarang hadir. Beri penghargaan (hadiah) bagi yang paling sering hadir sesuai peringkat kehadiran mereka.
5.       Berikan hadiah paling lambat 3 bulan sekali.
6.       Sediakan mushhaf Al-Qurãn yang bagus, utamakan yang disertai terjemahan per kata.
7.       Acara pembacaan Al-Qurãn bisa dimulai sejak pukul 20.00, pukul 21.00, pukul 22.00. Selambat-lambatnya dimulai pukul 23.00 waktu WIB (sesuaikan dengan waktu setempat).
8.       Setiap peserta harus memegang 1 mushhaf Al-Qurãn, yang dibelikan panitia (tidak boleh tidak memegang mushhaf).
9.       Pembacaan dipimpin oleh ahlinya, atau setidaknya yang paling baik bacaannya. Atau bisa juga dengan  menyetel rekaman. Para peserta diwajibkan membaca dengan suara cukup keras, tidak boleh membaca pelan, apalagi hanya dalam hati. Mereka harus membiasakan diri untuk menyuarakan Al-Qurãn.
10.   Pembacaan hanya dilakukan sekitar 1 jam.
11.   Pembacaan pada hari pertama dimulai dari surat Al-Fãtihah, dilanjutkan dengan surat-surat lain, dan berhenti pada akhir surat, setelah waktu sudah mencapai 1 jam (bisa kurang atau lebih sedikit). Hari berikutnya dilanjutkan dengan surat-surat lain.
12.   Setelah khatam, dimulai lagi dari surat Al-Fãtihah. Dan begitu seterusnya berulang-ulang.
13.   Setelah sekian tahun, panitia diharapkan melakukan seleksi untuk memisahkan para peserta menjadi dua kelompok, yaitu:
a.       kelompok yang sudah hafal mushhaf
b.      kelompok yang belum hafal.
14.   Kelompok yang sudah hafal dipisahkan, untuk selanjutnya diberi pelajaran bahasa dan tafsir Al-Qurãn, serta berbagai wawasan yang dibutuhkan.
15.   Para peserta yang sudah punya kemampuan membentuk kelompok baru, dipersilakan membentuk kelompok-kelompok baru. Beri bantuan dana bila perlu.

4. Lakukan segera!
Demikianlah saudaraku.
Mudah-mudahan ide tentang GERAKAN CINTA AL-QURÃN ini mendapat sambutan.
Dan mudah-mudahan gerakan ini dapat dilakukan secepatnya di tempat tinggal anda, di mana pun. Di seluruh peloksok Indonesia.
Ketahuilah bahwa gerakan ini akan dibenci oleh siapa pun yang tidak menghendaki umat Islam bangkit dari keterpurukannya. Dan itu adalah tantangan yang harus kita hadapi, dan justru harus semakin meningkatkan gairah kita.
Mari berjuang bersama!
Cintai Al-Qurãn!
Bangkitlah dari keterpurukan.
Tunjukan bahwa kebangkitan kita adalah rahmat bagi seluruh alam!
Ayo mulai!
Jangan tunda-tunda lagi.
Allahu akbar!

*Bekasi, Sabtu, 17 Januari, pkl. 20.01, 2015.
A. Husein


Minggu, 04 Januari 2015

Catatan Ringkas Sūrah Al-An’ām (4 Tahap Sejarah Rasulullah Di Makkah)


Periode pewahyuan
Menurut sebuah hadis Ibnu Abbas, surat ini seluruhnya diturunkan di satu tempat di Makkah.
Asma binti Yazid bertutur, “Ketika surat ini turun, Rasulullah sedang mengendarai unta betina, dan saya sendiri memegang tali hidungnya. Unta betina itu mulai merasakan beban yang berat luar biasa, sehingga tulang-tulangnya seperti akan rontok.”
Dari hadis lain kita dapatkan pula informasi bahwa surat ini diturunkan pada tahun terakhir menjelang Hijrah, dan bahwa surat ini diturunkan didiktekan seluruhnya pada suatu malam.

Latar belakang pewahyuan
Setelah memastikan masa pewahyuannya, lebih mudah bagi kita untuk menggambarkan latar belakang penurunan surat ini. Dua belas tahun telah berlalu sejak Rasulullah memulai menda’wahkan Islam. Penentangan dan kekerasan Quraisy telah semakin liar dan brutal, dan kebanyakan Muslim harus meninggalkan rumah mereka untuk berhijrah ke Habsi (Abyssinia). Di atas segalanya, dua orang pendukung terbaiknya, Khadijah dan Abu Thalib telah tiada. Dengan demikian, Rasulullah telah kehilangan pendukung duniawinya. Namun beliau terus berda’wah walau harus menghadapi ‘taring’ musuhnya. Alhasil, perlahan tapi pasti, warga-warga terbaik Makkah dan suku-suku di sekitarnya mulai menerima Islam. Sementara masyarakat Makkah secara keseluruhan tetap keras kepala menolak dan melakukan perlawanan. Siapa pun yang memperlihatkan kecenderungan terhadap Islam, ia menjadi sasaran celaan, ejekan, kekerasan fisik dan pengucilan.
Dalam situasi gelap itulah secercah cahaya memancar dari Yatsrib. Di sana Islam mulai berkembang bebas berkat usaha sejumlah tokoh berpengaruh dari suku Aus dan Khazraj yang sebelumnya telah menyatakan kemusliman mereka di Makkah. Ini merupakan awal sederhana dalam perjalanan Islam menuju sukses, dan pada waktu tak ada orang yang bisa meramalkan kemungkinan-kemungkinan besar yang terdapat di baliknya. Bagi para pengamat sepintas kilas, tampak bahwa Islam pada waktu itu hanyalah sebuah gerakan lemah, yang tidak memiliki dukungan dana. Para pendukungnya hanya sedikit keluarga Rasulullah sendiri, serta sejumlah pengikut yang miskin. Jelas, para pengikut yang papa itu tak mampu memberikan bantuan yang cukup, karena diri mereka sendiri merupakan orang-orang terbuang dari masyarakat mereka, yang telah menjadi musuh dan ancaman bagi nyawa mereka.


Pokok bahasan
Fokus bahasan surat ini bisa dibagi ke dalam 7 pokok masalah:
1.         Penolakan terhadap syirk(un) (politeisme), dan ajakan untuk bertauhid (monoteisme).
2.         Maklumat doktrin “kehidupan setelah mati” dan penolakan atas anggapan yang salah bahwa kehidupan hanyalah berlangsung di dunia ini saja.
3.         Penolakan terhadap berbagai bentuk takhyul.
4.         Maklumat tentang asas-asas moral untuk membangun masyarakat Islam.
5.         Jawaban-jawaban atas protes-protes yang timbul terhadap pribadi dan risalah Rasulullah.
6.         Hiburan dan dorongan semangat bagi Rasulullah dan para pengikutnya, yang pada waktu itu diliputi kecemasan dan kecil hati karena kegagalan yang nyata dalam penyebaran misi di Makkah.
7.         Peringatan dan ancaman bagi para kafir dan penentang, agar mereka berhenti bersikap masa bodoh dan sombong.

Mohon dicatat bahwa kendati bisa dikelompokkan ke dalam 7 pokok bahaswan tersebut; semuanya tidak bisa dianggap saling terpisah. Wacananya secara keseluruhan berjalin berkesinambungan, dan topik-topik tersebut dibahas secara berulang-ulang dengan berbagai cara (ungkapan).

Latar belakang surat-surat Makkiyah
Karena surat ini merupakan surat panjang pertama dalam pewahyuan Al-Qurãn, tentu akan bermanfaat bila dijelaskan tentang latar belakang surat-surat Makkiyah secara umum, sehingga pembaca bisa memahami secara mudah tentang surat-surat Makkiyah dan rujukan-rujukan kami sehubungan dengan tahapan-tahapannya yang berbeda, yang akan ditemui dalam penafsiran kami (tim Quran Project).
Pertama-tama harus dicatat bahwa informasi-informasi tentang surat-surat Makkiyah sangat sedikit. Sebaliknya,  keterangan-keterangan pasti tentang surat-surat Madaniyah cukup mudah ditemukan. Hadis-hadis shahih tentang peristiwa-peristiwa pewahyuan kebanyakan ayat mudah didapat. Di lain pihak, informasi rinci tentang surat-surat Makkiyah tidak ditemukan. Hanya sedikit surat dan ayat-ayat yang ditemukan informasi hadis-hadis shahihnya, yang menjelaskan waktu dan peristiwa pewahyuan. Hal ini terjadi karena sejarah periode Makkah tidak terhimpun serinci sejarah periode Madinah. Karena itu, kami harus bergantung pada bukti-bukti internal surat-surat Makkiyah ini untuk memastikan periode pewahyuan: misalnya topik-topik yang dibahas dalam surat-suratnya, cara pembahasannya, dan rujukan langsung maupun tidak langsung atas kejadian-kejadian dan pereistiwa-peristiwa pewahyuannya. Jadi, jelaslah bahwa dengan demikian kami tidak bisa mengatakan secara jitu bahwa surat ini dan itu atau ayat ini dan itu diwahyukan dalam kesempatan ini dan itu. Paling banter, yang bisa kami lakukan adalah membandingkan bukti internal sebuah surat dengan peristiwa-peeristiwa dalam kehidupan Rasulullah di Makkah, dan sampai pada kesimpulan yang kurang lebih benar pada tahap tertentu yang terkandung dalam sebuah surat.
Bila kami bersikap demikian dalam memandang sejarah risalah Rasulullah di Makkah, maka kami bisa membaginya ke dalam empat tahap.
1.      Tahap pertama bermula dengan pengangkatan beliau sebagai rasul, yang berujung pada maklumat kerasulan beliau tiga tahun kemudian. Selama periode ini, da’wah dilakukan secara diam-diam kepada orang-orang terpilih, sementara masyarakat Makkah secara umum tidak tahu.
2.      Tahap kedua berlangsung selama dua tahun setelah maklumat kerasulan. Ini bermula dengan penentangan oleh seorang demi seorang. Kemudian perlahan-lahan penentangan, ejekan, fitnah dan sebagainya mulai marak, lalu kelompok-kelompok kecil mulai terbentuk untuk melakukan penganiayaan terhadap para muslim yang relatif miskin, lemah dan tak punya pelindung.
3.      Tahap ketiga berlangsung selama sekitar enam tahun dari awal penganiayaan sampai wafatnya Abu Thalib dan Khadijah dalam tahun kesepuluh kerasulan. Pada masa ini penganiayaan terhadap para muslim semakin liar dan brutal, sehingga banyak di antara mereka harus berhijrah ke Habsi; sementara yang tinggal di Makkah herus mengalami boykot sosial dan ekonomi.
4.      Tahap keempat berlangsung selama tiga tahun, mulai dari tahun kesepuluh sampai tahun ketigabelas kerasulan. Ini merupakan masa ujian keras dan penderitaan pedih bagi Rasulullah dan para pengikutnya. Kehidupan di Makkah sudah tak tertahankan, dan pada waktu itu seolah tak ada tempat lain yang bisa dipilih sebagai tempat mengungsi. Bahkan ketika Rasulullah berusaha mencari tempat ke Tha’if, di sana tak dijumpainya tempat bernaung atau perlindungan. Selain itu, pada musim haji, Rasulullah menemui setiap suku Arab untuk menawarkan Islam, tapi di setiap sudut selalu ditolak mentah-mentah. Pada saat bersamaan, warga Makkah bersidang untuk mendepaknya dengan cara membunuh atau mengurungnya atau mengusirnya dari kota mereka. Tapi justru pada masa paling kritis inilah muncul warga Yatsrib yang menerima Islam dan kemudian mengajak Rasulullah untuk berhijrah.


Dalam surat-surat Makkiyah, kita bisa memastikan berdasar ciri-ciri nyata setiap tahapan, dan menegaskan pendahuluan, dan tahapan tertentu yang di dalamnya sebuah surat diwahyukan.

Inti surat: ikrar keislaman
Surat ini terutama membahas berbagai segi ajaran Islam: Tauhid, kehidupan sesudah mati, kerasulan dan pelaksanaan ajarannya dalam kehidupan manusia. Seiring dengan itu, surat ini berisi penolakan atas ajaran-ajaran yang salah dari para penentang dan jawaban bagi penentangan mereka, peringatan dan ancaman bagi mereka, serta hiburan bagi Rasulullah dan para pengikutnya yang mengalami penganiayaan. Tentu saja tema-tema ini tidak terpisah-pisah begitu saja, tapi terjalin dengan cara yang sangat istimewa. D


*Quran Project, Saudi Arabia.