Jumat, 23 Januari 2015
Sabtu, 17 Januari 2015
Gerakan Cinta Al-Qurãn
1. Pijakan
“Sesungguhnya Al-Qurãn ini memandu kearah kehidupan yang
mahatangguh serta membawa semangat optimis bagi para mu’min yang berbuat tepat
menurutNya bahwa mereka pasti mendapatkan hasil sebesar-besarnya.” (Surat
Al-Isra ayat 9).
“Sesungguhnya keunggulan Al-Qurãn atas seluruh ‘kalam’ (ide;
wacana; artikel; buku; tontonan, dsb.) adalah sama dengan keunggulan Allah atas
seluruh makhluknya.” (Hadis).
“Sesungguhnya Al-Qurãn itu (bisa menjadi) pembelamu, atau
penuntutmu.” (Hadis)
“(Manusia) yang terbaik di antara kalian adalah dia yang
belajar Al-Qurãn, kemudian mengajarkannya.” (Hadis).
Kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Quran dan mereka memerintahkan anak-anak dan istri-istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam shalat di tengah malam, sehingga alunan suara mereka teredengar bagai suara lebah.
Rasulullah pun sering melewati rumah-rumah orang Anshar dan berhenti untuk mendengar alunan suara mereka yang membaca Al-Quran di rumah-rumah. (Manna Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran).
Kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Quran dan mereka memerintahkan anak-anak dan istri-istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam shalat di tengah malam, sehingga alunan suara mereka teredengar bagai suara lebah.
Rasulullah pun sering melewati rumah-rumah orang Anshar dan berhenti untuk mendengar alunan suara mereka yang membaca Al-Quran di rumah-rumah. (Manna Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran).
2. Ajakan
Saudara-saudara sekalian! Dari segi jumlah (kuantitas) kita
adalah bangsa Muslim terbesar di dunia. Tapi dalam hal kedekatan, kegemaran,
kecintaan, dan penghayatan terhadap Al-Qurãn, bisa jadi keadaan kita adalah
sebaliknya.
Bila kita perhatikan kehidupan kaum Muslimin Indonesia
sehari-hari, tampak jelas bahwa kedekatan kita dengan Al-Qurãn telah
tergantikan oleh keakraban kita dengan berbagai saingannya dalam berbagai
bentuk hiburan yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi dan maraknya media
sosial, tempat kita bisa menghabiskan waktu untuk bersenang-senang mencari
hiburan, untuk mengilangkan stres kita karena berbagai tekanan dan kesulitan
hidup yang sebenarnya tercipta oleh gaya hidup modern, yang ‘keren’ namun pada
hakikatnya membuat kita selalu merasa kosong, hampa, bingung, alias lapar dan
haus secara batin.
Hal itu pada hakikatnya terjadi karena kita telah
mengabaikan santapan dan obat ruhani kita, yakni Al-Qurãn, yang kita sebut
sebagai kitab suci. Semula sebutan ini kita buat tentu untuk menegaskan
fungsinya sebagai penyuci batin kita dari segala motivasi selain kepatuhan
terhadap Allah. Namun, perlahan tapi pasti, ‘kesucian’ Al-Qurãn terjadi karena
ia bebas dari sentuhan kita! Kita telah membuat Al-Qurãn terasing.
Tak perlu berpanajang kalam. Dampak dari terasingnya
Al-Qurãn telah sama kita rasakan.
Karena itu, selagi kesadaran masih bisa timbul, mari kita
akrabi kembali Al-Qurãn.
Mari kita kembali kepada Al-Qurãn!
Mari kita sambut da’wah Allah yang menawarkan kemenangan,
keunggulaan, dan kebahagian!
Saudaraku!
Mari kita ciptakan GERAKAN CINTA AL-QURÃN !!!
3. Caranya
1.
Bersatulah para pengajar
Al-Qurãn bersama para pemilik tempat dan dana.
2.
Bikin maklumat kepada para
pemuda/pemudi (terutama), anak-anak, dan juga orang dewasa dan tua, agar mereka
berkumpul di suatu tempat (masjid, mushalla, rumah pribadi, dll.), setiap
malam, untuk bersama-sama membaca Al-Qurãn, selama 1 jam.
3.
Sediakan makanan dan
minuman.
4.
Setiap peserta diabsen.
Buat catatan mulai dari siapa yang selalu hadir, sampai kepada yang paling
jarang hadir. Beri penghargaan (hadiah) bagi yang paling sering hadir sesuai
peringkat kehadiran mereka.
5.
Berikan hadiah paling
lambat 3 bulan sekali.
6.
Sediakan mushhaf Al-Qurãn
yang bagus, utamakan yang disertai terjemahan per kata.
7.
Acara pembacaan Al-Qurãn
bisa dimulai sejak pukul 20.00, pukul 21.00, pukul 22.00. Selambat-lambatnya
dimulai pukul 23.00 waktu WIB (sesuaikan dengan waktu setempat).
8.
Setiap peserta harus
memegang 1 mushhaf Al-Qurãn, yang dibelikan panitia (tidak boleh tidak memegang
mushhaf).
9.
Pembacaan dipimpin oleh
ahlinya, atau setidaknya yang paling baik bacaannya. Atau bisa juga dengan menyetel rekaman. Para peserta diwajibkan
membaca dengan suara cukup keras, tidak boleh membaca pelan, apalagi hanya
dalam hati. Mereka harus membiasakan diri untuk menyuarakan Al-Qurãn.
10.
Pembacaan hanya dilakukan
sekitar 1 jam.
11.
Pembacaan pada hari pertama
dimulai dari surat Al-Fãtihah, dilanjutkan dengan surat-surat lain, dan
berhenti pada akhir surat, setelah waktu sudah mencapai 1 jam (bisa kurang atau
lebih sedikit). Hari berikutnya dilanjutkan dengan surat-surat lain.
12.
Setelah khatam, dimulai
lagi dari surat Al-Fãtihah. Dan begitu seterusnya berulang-ulang.
13.
Setelah sekian tahun,
panitia diharapkan melakukan seleksi untuk memisahkan para peserta menjadi dua
kelompok, yaitu:
a.
kelompok yang sudah hafal
mushhaf
b.
kelompok yang belum hafal.
14.
Kelompok yang sudah hafal
dipisahkan, untuk selanjutnya diberi pelajaran bahasa dan tafsir Al-Qurãn,
serta berbagai wawasan yang dibutuhkan.
15.
Para peserta yang sudah
punya kemampuan membentuk kelompok baru, dipersilakan membentuk
kelompok-kelompok baru. Beri bantuan dana bila perlu.
4. Lakukan segera!
Demikianlah saudaraku.
Mudah-mudahan ide tentang GERAKAN CINTA AL-QURÃN ini
mendapat sambutan.
Dan mudah-mudahan gerakan ini dapat dilakukan secepatnya di
tempat tinggal anda, di mana pun. Di seluruh peloksok Indonesia.
Ketahuilah bahwa gerakan ini akan dibenci oleh siapa pun
yang tidak menghendaki umat Islam bangkit dari keterpurukannya. Dan itu adalah
tantangan yang harus kita hadapi, dan justru harus semakin meningkatkan gairah
kita.
Mari berjuang bersama!
Cintai Al-Qurãn!
Bangkitlah dari keterpurukan.
Tunjukan bahwa kebangkitan kita adalah rahmat bagi seluruh
alam!
Ayo mulai!
Jangan tunda-tunda lagi.
Allahu akbar!
*Bekasi, Sabtu, 17 Januari, pkl. 20.01, 2015.
A. Husein
Minggu, 04 Januari 2015
Catatan Ringkas Sūrah Al-An’ām (4 Tahap Sejarah Rasulullah Di Makkah)
Periode
pewahyuan
Menurut sebuah
hadis Ibnu Abbas, surat ini seluruhnya diturunkan di satu tempat di Makkah.
Asma binti Yazid
bertutur, “Ketika surat ini turun, Rasulullah sedang mengendarai unta betina,
dan saya sendiri memegang tali hidungnya. Unta betina itu mulai merasakan beban
yang berat luar biasa, sehingga tulang-tulangnya seperti akan rontok.”
Dari hadis lain
kita dapatkan pula informasi bahwa surat ini diturunkan pada tahun terakhir
menjelang Hijrah, dan bahwa surat ini diturunkan didiktekan seluruhnya pada
suatu malam.
Latar
belakang pewahyuan
Setelah
memastikan masa pewahyuannya, lebih mudah bagi kita untuk menggambarkan latar
belakang penurunan surat ini. Dua belas tahun telah berlalu sejak Rasulullah
memulai menda’wahkan Islam. Penentangan dan kekerasan Quraisy telah semakin
liar dan brutal, dan kebanyakan Muslim harus meninggalkan rumah mereka untuk
berhijrah ke Habsi (Abyssinia). Di atas segalanya, dua orang pendukung
terbaiknya, Khadijah dan Abu Thalib telah tiada. Dengan demikian, Rasulullah
telah kehilangan pendukung duniawinya. Namun beliau terus berda’wah walau harus
menghadapi ‘taring’ musuhnya. Alhasil, perlahan tapi pasti, warga-warga terbaik
Makkah dan suku-suku di sekitarnya mulai menerima Islam. Sementara masyarakat
Makkah secara keseluruhan tetap keras kepala menolak dan melakukan perlawanan. Siapa
pun yang memperlihatkan kecenderungan terhadap Islam, ia menjadi sasaran
celaan, ejekan, kekerasan fisik dan pengucilan.
Dalam situasi
gelap itulah secercah cahaya memancar dari Yatsrib. Di sana Islam mulai
berkembang bebas berkat usaha sejumlah tokoh berpengaruh dari suku Aus dan
Khazraj yang sebelumnya telah menyatakan kemusliman mereka di Makkah. Ini
merupakan awal sederhana dalam perjalanan Islam menuju sukses, dan pada waktu
tak ada orang yang bisa meramalkan kemungkinan-kemungkinan besar yang terdapat
di baliknya. Bagi para pengamat sepintas kilas, tampak bahwa Islam pada waktu
itu hanyalah sebuah gerakan lemah, yang tidak memiliki dukungan dana. Para
pendukungnya hanya sedikit keluarga Rasulullah sendiri, serta sejumlah pengikut
yang miskin. Jelas, para pengikut yang papa itu tak mampu memberikan bantuan
yang cukup, karena diri mereka sendiri merupakan orang-orang terbuang dari
masyarakat mereka, yang telah menjadi musuh dan ancaman bagi nyawa mereka.
Pokok
bahasan
Fokus bahasan
surat ini bisa dibagi ke dalam 7 pokok masalah:
1.
Penolakan
terhadap syirk(un) (politeisme), dan ajakan untuk bertauhid
(monoteisme).
2.
Maklumat
doktrin “kehidupan setelah mati” dan penolakan atas anggapan yang salah bahwa
kehidupan hanyalah berlangsung di dunia ini saja.
3.
Penolakan
terhadap berbagai bentuk takhyul.
4.
Maklumat
tentang asas-asas moral untuk membangun masyarakat Islam.
5.
Jawaban-jawaban
atas protes-protes yang timbul terhadap pribadi dan risalah Rasulullah.
6.
Hiburan
dan dorongan semangat bagi Rasulullah dan para pengikutnya, yang pada waktu itu
diliputi kecemasan dan kecil hati karena kegagalan yang nyata dalam penyebaran
misi di Makkah.
7.
Peringatan
dan ancaman bagi para kafir dan penentang, agar mereka berhenti bersikap masa
bodoh dan sombong.
Mohon dicatat
bahwa kendati bisa dikelompokkan ke dalam 7 pokok bahaswan tersebut; semuanya
tidak bisa dianggap saling terpisah. Wacananya secara keseluruhan berjalin
berkesinambungan, dan topik-topik tersebut dibahas secara berulang-ulang dengan
berbagai cara (ungkapan).
Latar
belakang surat-surat Makkiyah
Karena surat ini
merupakan surat panjang pertama dalam pewahyuan Al-Qurãn, tentu akan bermanfaat
bila dijelaskan tentang latar belakang surat-surat Makkiyah secara umum,
sehingga pembaca bisa memahami secara mudah tentang surat-surat Makkiyah dan
rujukan-rujukan kami sehubungan dengan tahapan-tahapannya yang berbeda, yang
akan ditemui dalam penafsiran kami (tim Quran Project).
Pertama-tama
harus dicatat bahwa informasi-informasi tentang surat-surat Makkiyah sangat
sedikit. Sebaliknya,
keterangan-keterangan pasti tentang surat-surat Madaniyah cukup mudah
ditemukan. Hadis-hadis shahih tentang peristiwa-peristiwa pewahyuan kebanyakan
ayat mudah didapat. Di lain pihak, informasi rinci tentang surat-surat Makkiyah
tidak ditemukan. Hanya sedikit surat dan ayat-ayat yang ditemukan informasi
hadis-hadis shahihnya, yang menjelaskan waktu dan peristiwa pewahyuan. Hal ini
terjadi karena sejarah periode Makkah tidak terhimpun serinci sejarah periode
Madinah. Karena itu, kami harus bergantung pada bukti-bukti internal
surat-surat Makkiyah ini untuk memastikan periode pewahyuan: misalnya
topik-topik yang dibahas dalam surat-suratnya, cara pembahasannya, dan rujukan
langsung maupun tidak langsung atas kejadian-kejadian dan pereistiwa-peristiwa
pewahyuannya. Jadi, jelaslah bahwa dengan demikian kami tidak bisa mengatakan
secara jitu bahwa surat ini dan itu atau ayat ini dan itu diwahyukan dalam
kesempatan ini dan itu. Paling banter, yang bisa kami lakukan adalah
membandingkan bukti internal sebuah surat dengan peristiwa-peeristiwa dalam
kehidupan Rasulullah di Makkah, dan sampai pada kesimpulan yang kurang lebih
benar pada tahap tertentu yang terkandung dalam sebuah surat.
Bila kami
bersikap demikian dalam memandang sejarah risalah Rasulullah di Makkah, maka
kami bisa membaginya ke dalam empat tahap.
1.
Tahap
pertama bermula dengan pengangkatan beliau sebagai rasul, yang berujung pada
maklumat kerasulan beliau tiga tahun kemudian. Selama periode ini, da’wah
dilakukan secara diam-diam kepada orang-orang terpilih, sementara masyarakat
Makkah secara umum tidak tahu.
2.
Tahap
kedua berlangsung selama dua tahun setelah maklumat kerasulan. Ini bermula
dengan penentangan oleh seorang demi seorang. Kemudian perlahan-lahan
penentangan, ejekan, fitnah dan sebagainya mulai marak, lalu kelompok-kelompok
kecil mulai terbentuk untuk melakukan penganiayaan terhadap para muslim yang
relatif miskin, lemah dan tak punya pelindung.
3.
Tahap
ketiga berlangsung selama sekitar enam tahun dari awal penganiayaan sampai
wafatnya Abu Thalib dan Khadijah dalam tahun kesepuluh kerasulan. Pada masa ini
penganiayaan terhadap para muslim semakin liar dan brutal, sehingga banyak di
antara mereka harus berhijrah ke Habsi; sementara yang tinggal di Makkah herus
mengalami boykot sosial dan ekonomi.
4.
Tahap
keempat berlangsung selama tiga tahun, mulai dari tahun kesepuluh sampai tahun
ketigabelas kerasulan. Ini merupakan masa ujian keras dan penderitaan pedih
bagi Rasulullah dan para pengikutnya. Kehidupan di Makkah sudah tak
tertahankan, dan pada waktu itu seolah tak ada tempat lain yang bisa dipilih
sebagai tempat mengungsi. Bahkan ketika Rasulullah berusaha mencari tempat ke
Tha’if, di sana tak dijumpainya tempat bernaung atau perlindungan. Selain itu,
pada musim haji, Rasulullah menemui setiap suku Arab untuk menawarkan Islam,
tapi di setiap sudut selalu ditolak mentah-mentah. Pada saat bersamaan, warga Makkah
bersidang untuk mendepaknya dengan cara membunuh atau mengurungnya atau
mengusirnya dari kota mereka. Tapi justru pada masa paling kritis inilah muncul
warga Yatsrib yang menerima Islam dan kemudian mengajak Rasulullah untuk
berhijrah.
Dalam surat-surat
Makkiyah, kita bisa memastikan berdasar ciri-ciri nyata setiap tahapan, dan
menegaskan pendahuluan, dan tahapan tertentu yang di dalamnya sebuah surat
diwahyukan.
Inti surat: ikrar keislaman
Surat ini
terutama membahas berbagai segi ajaran Islam: Tauhid, kehidupan sesudah mati,
kerasulan dan pelaksanaan ajarannya dalam kehidupan manusia. Seiring dengan
itu, surat ini berisi penolakan atas ajaran-ajaran yang salah dari para
penentang dan jawaban bagi penentangan mereka, peringatan dan ancaman bagi
mereka, serta hiburan bagi Rasulullah dan para pengikutnya yang mengalami
penganiayaan. Tentu saja tema-tema ini tidak terpisah-pisah begitu saja, tapi
terjalin dengan cara yang sangat istimewa. D
*Quran Project, Saudi Arabia.
Langganan:
Postingan (Atom)