Kita sangat
hafal istilah nuzûlul-qurãn dan sering merayakan dan atau ikut
dalam perayaan nuzûlul-qurãn. Tapi
ada apa sebenarnya di balik istilah itu?
Memahami
tiga istilah
Sebelum melangkah lebih lanjut, mari kita fokus dulu pada
kata nuzûl, yang secara bentuk kata merupakan masdar dari kata kerja nazala-yanzilu
yang biasa kita artikan turun. Tapi selain berarti turun, kata
kerja nazala-yanzilu dengan masdar nuzûl(an) juga bisa berarti mengambil
tempat atau menempati, alias halla bil-makãn(i) (حلّ بامكان). Nazala juga bisa berarti jatuh atau
runtuh (inhadara, انحدر).
Namun dalam konteks pengajaran Al-Qurãn, Allah tidak hanya
menggunakan kata nazala-yanzilu yang
merupakan kata kerja tak berobjek (intransitif) tapi juga nazzala-yunazzilu-tanzîlan
yang merupakan kata kerja berobjek (transitif), yang berarti mewahyukan (أوحى), atau menegakkan (أقام),
atau menertibkan (رتّب).
Dan, ternyata dalam Al-Qurãn juga kita temukan kata kerja anzala-yunzilu
dengan masdar inzãlan (انزالا) dan munzalan (منزلا),
yang berarti mewahyukan (أوحى) atau menempatkan (أحلّ).
Mengapa
harus menggunakan ketiga kata tersebut?
Secara
sastra, kata nazala sebagai kata kerja tak berobjek digunakan untuk
‘mempersonifikasi’ Al-Qurãn, yaitu menggambarkan Al-Qurãn seolah-olah dia itu
satu person (orang; manusia; makhluk hidup), yang bisa turun sendiri.
Sedangkan
kata kerja nazzala dan anzala digunakan untuk mengembalikan
Al-Qurãn pada keadaan yang sebenarnya, yaitu sebagai objek (barang) yang
turunnya bukanlah karena dia bisa turun sendiri, tapi diturunkan oleh
pemiliknya, yaitu Allah.
Terlepas
dari semua kata kerja yang digunakan, yang tak kalah penting untuk diperhatikan
adalah masdarnya. Masdar adalah bentuk kata yang menggambarkan proses kerja.
Jelasnya, baik masdar nuzûlan, tanzîlan maupun inzãlan dan munzalan,
semua mengandung makna bahwa Al-Qurãn hadir melalui sebuah proses penurunan
(pewahyuan; pengajaran) dari A (permulaan) sampai Z (selesai).
Perhatikan
sinonimnya
Seelain
itu, mari kita perhatikan kembali sinonim dari tiga kata kerja di atas. Pertama
nazala semakna (sinonim) dengan menempati atau mengambil tempat (halla
bil-makãn) tertentu, bukan
sembarang tempat. Bila dikaitkan dengan sejarahnya, jelaslah bahwa Al-Qurãn
turun di Goa Hira, Makkah, dan Yatsrib (Madinah).
Sedangkan
sinonim dari kata nazzala adalah awhã, alias mewahyukan;
mengingatkan bahwa Al-Qurãn adalah sebuah wahyu, yakni sebentuk ajaran yang
disampaikan Allah kepada para rasul melalui malaikat. Sinonim lainnya, aqãma
(menegakkan) mengingatkan bahwa Al-Qurãn diajarkan untuk ditegakkan, alias
dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Kata selanjutnya, rattaba (menertibkan;
mengatur), mengingatkan bahwa Al-Qurãn pada satu sisi adalah satu ilmu yang
‘tertib’ (tersusun rapi; sistematis), dan pada sisi lainnya, ia mempunyai
kemampuan untuk melahirkan ketertiban (keteraturan) dalam kehidupan manusia.
Terakhir
sinonim dari anzala, yaitu ahalla (menempati, mengambil tempat)
lagi-lagi mengingatkan bahwa Al-Qurãn membutuhkan tempat untuk ‘mendarat’.
Harfiah, sudah disebutkan bahwa penurunan Al-Qurãn mengambil tempat mulai dari
Goa Hira, berbagai tempat di Makkah, dan banyak tempat di Madinah. Tapi, bila di
tempat-tempat tersebut tidak ada manusia, maka pastilah Al-Qurãn tak akan
pernah turun.
Jadi, di
mana tempat turun Al-Qurãn yang sebenarnya?
Jawabnya
tentu di hati manusia.
Pertanyaan
berikutnya, apakah manusia yang dimaksud itu umat Nabi Muhammad tempo dulu,
zaman sekarang, atau manusia yang akan datang?
Mari kita
jawab secara jujur, sendiri-sendiri.
Dan yang
tertenting untuk dicamkan adalah bahwa Al-Qurãn tidak mungkin turun sendiri (nazala)
kepada kita. Harus ada yang menurunkannya (nazzala; anzala) kepada kita.
Siapa? Para ustadz, mubaligh dan sebagainya? Ya, salah satu dari mereka bisa
membantu, dan bisa juga sebaliknya, menghambat (bila mereka malah mengajarkan
sesuatu yang lain). Dengan demikian, akhirnya yang paling berperan memastikan
terjadinya proses ‘penurunan’ itu tentulah diri kita sendiri.
Maukah kita
menurunkan Al-Qurãn untuk diri sendiri? Maukan kita menjadikan hati kita
sebagai tempat turunnya Al-Qurãn? Maukah kita menempuh proses penurunan
Al-Qurãn, yang menuntut banyak pengorbanan itu?
Bila anda
menjawab “mau”, dan belum memulai, mari kita mulai setelah Idul-Fithri!
Bekasi,
13 Juli 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar