Kamis, 09 April 2015

Isi Pokok Surat Al-Ma'idah


Masa pewahyuan

Tema (pokok persoalan) surat ini, yang didukung sejumlah hadis mengisyaratkan bahwa surat ini diturunkan setelah Perjanjian Hudaibiyah pada akhir tahun ke-6 atau awal tahun ke-7 Hijriah. Itulah sebabnya di dalam surat ini ada bahsan tentang perjanjian tersebut.
Rasulullah bersama 1400 Muslim berangkat ke Makkah pada tahun 6H untuk melakukan umrah. Tapi kaum Quraisy dengan sikap penuh permusuhan menghalangi mereka, meskipun hal itu sebenarnya bertentangan dengan hukum adat yang berlaku di tanah Arab. Setelah melalui perundingan yang rumit dan sulit, sebuah perjanjian disepakati di kawasan Hudaibiyah, yang isinya antara lain menyatakan bahwa Rasulullah bisa melakukan umrah pada tahun berikutnya.
Hal itu merupakan kesempatan yang baik bagi Rasulullah untuk mengajar pada Muslim bagaimana cara terbaik untuk melakukan ibadah haji seraya memperlihatkan keunggulah Islam, tanpa menghalangi kaum kafir untuk melakukan hal yang sama sebagai balasan atar perilaku buruk mereka. Padahal, bila mereka ingin balas dendam, itu sama sekali tidak sulit, karena banyak kaum kafir yang harus menempuh perjalanan ke Makkah melalui wilayah kekuasaan Muslim. Karena itulah ayat-ayat pendahuluan dalam surat ini menyinggung perjalanan haji ke Makkah, dan hal yang sama juga diulang dalam ayat 101-104. Topik-topik lain dalam surat ini juga muncul pada masa yang sama.

Asbabu-nuzul

Surat ini diwahyukan sebagai solusi kebutuhan-kebutuhan sehubungan dengan perubahan kondisi-kondisi yang terjadi sehubungan dengan pewahyuan surat Ali ‘Imran dan An-Nisa. Pukulan batin akibat kekalahan dalam Perang Uhud telah membuat sekeliling Madinah menjadi berbahaya bagi pasa Muslim.
Kini Islam telah menjadi kekuatan yang tak terkalahkan, dan Negara Islam telah meluas ke Nejd di timur, ke Laut Merah di barat, ke Suriah di utara, dan ke Makkah di Selatan. Kekalahan mereka dalam Perang Uhud tidak mengendorkan tekad mereka. Sebaliknya, hal itu malah menjadi pendorong untuk terus berjuang.
Sebagai hasil perjuangan mereka yang tak ada hentinya dan pengorbanan mereka yang tiada tara, kekuasaan para suku di sekeliling Madinah, dalam radius 200 mil dan lebih jauh lagi, telah hancur. Ancaman Yahudi yang selalu menghantui Madinah telah disapu bersih, dan Yahudi yang tinggal di bagian lain Hijaz telah menjadi pembayar pajak (upeti) ke Negara Madinah. Usaha Quraisy untuk menekan Islam telah ditepis dalam Perang Parit. Setelah itu, sudah sangat jelas bagi bangsa Arab di luar Madinah bahwa kini tak ada lagi kekuatan yang akan mampu menghambat gerakan Islam. Islam bukan lagi hanya syahadat yang merasuk ke dalam pikiran dan perasaan orang tapi telah menjadi sebuah Negara yang mendominasi setiap segi kehidupan yang hidup di dalam wilayah kekuasannya. Ini menjadi jaminan bagi kaum Muslim untuk hidup dengan cara mereka sendiri, sesuai iman mereka, tanpa ada rintangan.
Perkembangan lain juga terjadi pada masa ini. Peradaban Muslim berkembang seiring dengamn asas-asas dan cara pandang Islam. Peradaban ini sangat berbeda dari semua peradaban lain dalam semua detailnya, membedakan sangat nyata antara Muslim dengan non-Muslim secara moral, sosial dan perlilaku budaya.
Masjid telah dibangun di semua wilayah, shalat telah diwajibkan dan imam untuk setiap tempat telah ditetapkan. Hukum sipil dan kriminalatelah dirumuskan secara rinci dan telah ditegakkan di semua pengadilan Islam. Cara baru berdagang urusan komersial telah menggantikan cara lama. Hukum perkawinan dan perceraian, pemisahan jenis kelamin, hukum perzinaan dan fitah, dan sebagainya, telah mewarnai secara khusus kehidupan sosial Muslim. Perilaku sosial mereka, cara bicara mereka, pakaian mereka, dan gaya hidup merekqa, kebudayaan mereka, dan lain-lain, telah terbentuk secara berbeda. Sebagai hasil dari semua perubahan tersebut, kaum non-Muslim tidak bisa lagi berharap bahwa mereka akan kembali kepada keadaan seperti dahulu.
Sebelum Perjanjian Hudaibiyah, kaum Muslim begitu sibuk menghadapi perseteruan kaum Quraisy, sehingga tak punya kesempatan untuk memperluas da’wah. Hambatan itu tersingkir dengan perjanjian yang sekilas tampak merupakan kekalahan namun sebenarnya kemenangan. Perjanjian tersebut bukan hanya memberikan kedamaian bagi kaum Muslim di dalam wilayah mereka sendiri, tapi juga memberi kelonggaran untum menyebarkan da’wah ke sekeliling daerah-daerah perbatasan. Karena itulah Rasulullah menulis surat-surat da’wah kepada penguasa Persia, Mesir, Romawi, dan para ketua suku Arab. Pada saat yang sama, para da’i Islam pun menyebar ke tengah kelompok-kelompok dan suku-suku. Begitulah situasinya ketika surat Al-Ma’idah turun.

Pokok bahasan

Surat ini membahas tiga masalah pokok berikut:
1.      Perintah dan anjuran untuk urusan agama, budaya dan politik Muslim. Dalam hal ini peraturan-peraturan yang bersifat ritus (upacara) seperti perjalanan haji, telah dirumuskan; perhargaan terhadap simbol-simbol ajaran Allah telah diperintahkan, dan hambatan atau campur-tangan atas urusan haji telah dilarang. Aturan-aturan yang pasti telah ditetapkan untuk masalah halal-haram dalam urusan makanan, dan pemaksaan diri untuk melakukan hal-hal tertentu di masa jahiliyah telah dihapus. Makanan Ahli Kitab telah dihalalkan, perkawinan dengan wanita mereka telah diijinkan. Petunjuk untuk berwudhu, mandi, dan tayamum telah diajarkan. Hukuman bagi pemberontakan, gangguan keamanan dan pencurian telah dipastikan. Minuman keras dan judi telah mutlak diharamkan. Denda bagi pelanggar sumpah dan hukum pembuktian pun telah ditambahkan.
2.      Peringatan bagi para Muslim. Karena kaum Muslim telah menjadi pengendali sebuah lembaga pemerintahan, tentu ada kekhawatiran kalau-kalau mereka melakukan korupsi (penyimpangan). Pada masa ini percobaan besar terjadi berulang-ulang, membuat mereka sadar untuk selalu menegakkan keadilan dan menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti para pendahulu mereka, kaum Ahli Kitab. Mereka diperintah untuk berpegang teguh pada Perjanjian untuk selalu mematuhi Allah, Rasulullah, dan untuk memperhatikan dengan ketat pereintah serta larangan mereka, demi kepentingan diri mereka sendiri. Mereka diingatkan agar tidak mengalami nasib yang sama seperti nasib Yahudi dan Nasrani yang melanggar janji. Mereka disuruh untuk mematuhi ayat demi ayat Al-Quran dalam segala urusan, dan dilarang bersikap munafik.
3.      Peringatan bagi Yahudi dan Nasrani.  Karena kekuasaan Yahudi telah lemah secara keseluruhan, dan hampir semua wilayah kekuasaan mereka di Tanah Arab telah jatuh ke tangan Muslim, mereka diperingatkan tentang kesalahan-kesalahan mereka, dan diajak untuk kembali ke Jalan Yang Benar. Pada saat yang sama, undangan yang rinci juga telah diberikan kepada kaum Nasrani. Kesalahan iman mereka telah begitu jelas dikoreksi, dan mereka diberi peringatan untuk mengikuti Rasulullah (Nabi Muhammad). Tapi harap dicatat bahwa peringatan yang sama tidak diberikan kepada kaum Majusi (pemuja api) dan para pemuja berhala. Mungkin bagi mereka memang tidak diperlukan peringatan secara terpisah, karena kondisi mereka dianggap sama dengan kaum musyrik Arab.

Isi pokok surat Al-Ma’idah: Konsolidasi jama’ah
Sebagai kelanjutan intstruksi tentang kosolidasi Umat, yang telah diberikan dalam surat sebelumnya, di sini kaum Muslim diarahkan untuk memperhatikan dan memenuhi kewajiban mereka. Pengaturan lebih jauh telah dirumuskan untuk menguji kaum Muslim mencapai tujuan tersebut (konsolidasi). Mereka diwanti-wanti untuk melindungi diri dari korupsi (penyimpangan) kekuasaan, dan diarahkan untuk memperhatikan Perjanjian dalam Al-Quran. Mereka diperingatkan untuk belajar dari kesalahan-kesalahan para pendahulu mereka, Yahudi dan Nasrani; agar mereka tetap pada Jalan Yang Benar, dengan mematuhi bimbingan Rasulullah.

*Sumber: The Quran Project, Saudi Arabia.


Tidak ada komentar: